The Global Organized Crime Index 2021: Kongo Jadi Negara dengan Tingkat Kriminal Paling Tinggi di Dunia
JAKARTA - The Global Initiative Against Transnational Organized Crime (The Global Initiative) mencatat indeks kriminal sepanjang 2021. Kongo menjadi negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia dan human trafficking menjadi kejahatan terbesar di dunia.
Managing Partner Firma Hukum Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT LAWYERS), Pahrur Dalimunthe yang ditunjuk The Global Initiative Against Transnational Organized Crime (The Global Initiative) sebagai salah satu expert menyusun dan menyempurnakan The Global Organized Crime Index 2021.
Indeks ini merupakan dokumen data analisis komprehensif pertama di dunia yang dibuat dan disusun oleh expert seluruh dunia sehingga dapat digunakan untuk mengetahui level kerentanan dan ketahanan kejahatan transnasional terorganisir. Termasuk pula di antaranya dengan memberikan rangking terhadap 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Berdasarkan catatannya, Republik Demokratis Kongo menjadi negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia dengan skor 7.75, Indonesia berada di peringkat ke-25 dengan skor 6.38, sementara negara dengan tingkat kriminalitas terendah di dunia adalah Tuvalu (peringkat 193) dengan skor 1.54, diikuti oleh Nauru (peringkat 192) dengan skor 1.76. (Catatan skor dari 1-10, semakin tinggi maka semakin tinggi tingkat kriminalitas).
Penelitian hanya didasarkan pada kriminalitas kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan transnasional, ada 10, yaitu human trafficking, human smuggling, arms trafficking, flora crimes, fauna crimes, non-renewable resources crimes, heroin trade, cocaine trade, cannabis trade, dan synthetic drug trade.
Sementara itu, untuk kejahatan paling banyak dilakukan pada 2021. Human trafficking merupakan kejahatan transnasional terbesar di dunia, diikuti oleh perdagangan ganja, perdagangan senjata, dan penyelundupan hewan liar.
Asia merupakan negara dengan benua dengan tingkat kriminalitas tertinggi (skor 5.30), diikuti Africa (5.17) dan Amerika (5.06).
Menurutnya, karena ada pandemi COVID-19, bentuk kejahatan transnasional terorganisir berubah bentuk, beberapa hal yang baru antara lain adanya perdagangan ilegal perlindungan diri seperti masker, obat-obatan COVID-19 dan vaksin palsu, serta korupsi pengadaan alat kesehatan yang dilakukan oleh organ pemerintah. Aktivitas cybercriminal juga meningkat.
Kemudian, Finlandia dan Liechtenstein menjadi negara dengan tingkat ketahanan menghadapi organisasi kriminal paling bagus di dunia (resilience) dengan skor 8.42, diikuti oleh New Zealand (8.42), Indonesia berada di peringkat 118 (skor 4.33), sementara terendah adalah Libya dengan skor 1.54.
Adapun Pahrur Dalimunthe dipilih sebagai salah satu expert karena latar belakang dan rekam jejaknya sebagai praktisi hukum yang telah terlibat langsung dalam banyak penanganan kasus transnasional terorganisir (transnational organized crime), baik sebagai advisor pemerintah maupun lembaga internasional. Kasus-kasus tersebut antara lain adalah kejahatan perdagangan manusia, lingkungan, kelautan dan perikanan, maupun sebagai pengacara dalam berbagai kasus besar tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
"Merupakan kehormatan bagi saya untuk terlibat dalam penyusunan report prestisius ini. Saya berharap ini bisa menjadi rujukan pemerintah, penegak hukum, praktisi dan akademisi dalam meneliti, mempelajari dan menanggapi berbagai masalah hukum dan ancaman kejahatan terorganisir," ujar Pahrur.
Baca juga:
Selain Pahrur, terdapat beberapa ahli lainnya yang menyusun laporan ini, antara lain seperti Dr Alexander Kupatadze (Senior Lecturer, School of Politics and Economics, King's College London, UK) , Allan Ngari (Regional Organised Crime Observatory Coordinator for West Africa, ENACT), Dr Annette Idler (University of Oxford/Harvard University), Benjamin Lessing, PhD (Associate Professor, University of Chicago), Hugo Frühling E. (Professor, Public Affairs Institute, University of Chile), Dr Lina Khatib (Director, Middle East and North Africa Programme, Chatham House).
Ada juga Maria Popova (McGill University), Dr Matthew Pate (Lecturer, School of Criminal Justice, The University at Albany/State University of New York), Dr Michael Main (The Australian National University), Odd Berne Malme (Senior Advisor, GI-TOC and former Deputy National Police Commissioner of Norway), Rajeshwari Krishnamurthy (Institute of Peace and Conflict Studies, New Delhi, India) dan Assoc.prof.dr.Dr.h.c. Sunčana Roksandić (Faculty of Law, University of Zagreb).
Selain para ahli tersebut, The Global Organized Crime Index 2021 juga turut disusun berkat kerjasama dan dukungan dari ENACT (Enhancing Africa’s Response To Transnational Organised Crime), INTERPOL, The Institute for Security Studies (ISS), the European Union, Government of Norway, dan The United States Department of State.
The Global Initiative sendiri merupakan lembaga independen yang berpusat di Jenewa, Swiss. Lembaga ini berisi jaringan penegak hukum, pemerintah, dan praktisi seluruh dunia yang saling berbagi dan bertukar pikiran dalam mengembangkan inovasi strategis untuk merespon kejahatan terorganisir seluruh dunia. Pada tahun ini jaringannya telah terdiri atas 500 ahli seluruh dunia. Lembaga ini diresmikan pertama kali pada tahun 2013 di Kantor Pusat PBB di New York.
Jika ingin membaca keseluruhan The Global Organized Crime Index 2021 silahkan klik tautan berikut ini https://ocindex.net/about.