JAKARTA - Nama mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo seakan tidak pernah habis untuk diperbincangkan dalam dunia politik tanah air. Mulai dari keinginannya untuk tiga periode hingga cawe-cawe politik di akhir jabatannya sebagai orang nomor satu di bumi pertiwi. Kini, diujung penutup tahun 2024, Joko Widodo atau biasa dipanggil dengan nama Jokowi kembali buat gaduh setelah Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) memasukkannya dalam daftar nominasi finalis tokoh kejahatan terorganisasi dan terkorup 2024.
Di dalam situs OCCRP, tepatya di link artikel yang berjudul “Bashar al-Assad” (https://www.occrp.org/en/person-of-the-year/bashar-al-assad) nama Jokowi berada diurutan kedua sebagai finalis pemimpin terkorup di dunia. Empat finalis lain di antaranya Presiden Kenya, William Ruto; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan perdana menteri Bangladesh Sheikh Hasina; dan pebisnis India, Gautam Adani. Para juri dari OCCRP telah memutuskan pemenang dari pemimpin terkorup di dunia tahun 2024 jatuh kepada Bashar al-Assad. Putusan tersebut terletak dalam tabel di sebelah kanan bawah.
Para juri OCCRP di tahun 2024 ini terdiri dari Dr. Susan Hawley, Anas Aremeyaw Anas, Alia Ibrahim, Paul Radu, Louise Shelley dan terakhir Drew Sullivan. Menurut OCCRP, alasan Joko Widodo bersama sejumlah nama pemimpin negara lainnya yang terpilih sebagai finalis tokoh terkorup, adalah berasal dari nominasi publik yang mendapatkan dukungan daring terbanyak secara global. Karenanya dianggap memiliki alasan untuk diikutsertakan.
Penjelasan OCCRP ini ada di artikel berjudul “Behind the Decision (Indonesia): How OCCRP’s ‘Person of the Year’ Highlights the Fight Against Corruption”, (https://www.occrp.org/en/announcement/behind-the-decision-indonesia-how-occrps-person-of-the-year-highlights-the-fight-against-corruption) OCCRP telah memberikan klarifikasi proses seleksi, di mana nama Jokowi masuk sebagai finalis pemimpin terkorup dunia.
BACA JUGA:
OCCRP tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya. Namun, kelompok masyarakat sipil dan para ahli mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan komisi antikorupsi Indonesia. Jokowi juga dikritik secara luas karena merusak lembaga pemilihan umum dan peradilan Indonesia untuk menguntungkan ambisi politik putranya, yang sekarang menjadi wakil presiden di bawah presiden baru Prabowo Subianto.
“Para juri menghargai nominasi warga negara, tetapi dalam beberapa kasus, tidak ada cukup bukti langsung tentang korupsi yang signifikan atau pola pelanggaran yang sudah berlangsung lama,” kata Penerbit OCCRP Drew Sullivan. “Namun, jelas ada persepsi yang kuat di antara warga negara tentang korupsi dan ini seharusnya menjadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang mengawasi, dan mereka peduli. Kami juga akan terus mengawasi.”
Presiden RI-Ke-7 Joko Widodo merespons namanya masuk dalam deretan pemimpin terkorup 2024 sebagaimana yang dirilis OCCRP. Dia menampik tudingan OCCRP. Dia meminta OCCRP yang memasukan namanya dalam daftar tersebut agar membuktikannya.
“Terkorup? Terkorup apa? Yang dikorupsi apa?,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara, Selasa (31/12/2024) lalu.
Jokowi menegaskan saat ini terdapat banyak fitnah yang datang ke dirinya. Disinggung soal adanya muatan politis dibalik nominasi pimpinan terkorup itu, Jokowi malah melempar tawa di depan para wartawan.
Menurutnya pihak tertentu dapat memanfaatkan organisasi masyarakat untuk melempar tuduhan. “Bisa pakai ormas untuk menuduh, untuk membuat framing jahat, membuat tuduhan jahat-jahat seperti itu ya,” tutupnya.
Jawaban untuk Jokowi
Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu menjawab bantahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, dan membeberkan 5 klaster dugaan korupsi. Dia menyebutkan klaster pertama merupakan korupsi untuk mendapatkan kekuasaan dan melanggengkan dinasti politik. Klaster kedua adalah dengan memenjarakan lawan politik, namun melindungi kawan politik. Seperti kasus impor garam, minyak goreng, BTS, yang menguap begitu saja. Klaster ketiga adalah terkait ambisi pribadi Jokowi. Said Didu menyebut ada subklaster terkait hal tersebut, yakni terkait legasi seakan-akan Jokowi berhasil, tetapi malah merugikan rakyat. Seperti membangun kereta api cepat, membangun infrastruktur yang sangat mahal yang menyebabkan BUMN bangkrut dan rakyat rugi.
"Membangun IKN dan membangun bandara-bandara yang tidak sama sekali dibutuhkan demi ambisi pribadi Jokowi. Ambisi pribadi kedua adalah terkait dengan keluarga, masih ingat kita terkait dengan kasus penyelundupan nikel yang disebutkan oleh almarhum Faisal Basri yang melibatkan Airlangga Hartarto dan Bobby Nasution, kemudian kasus blok Medan," jelas Said Didu dalam unggahan video di sosial media pribadinya.
Klaster keempat adalah penggunaan uang negara untuk menyogok rakyat. Said Didu menyebut, utang negara digunakan untuk bansos pencitraan dalam rangka menyogok rakyat. Klaster kelima atau yang terakhir adalah korupsi dengan menyogok oligarki yang menjadi penyokong utama kekuasaan Jokowi dan dinastinya. " Nah ini puncaknya adalah pemberian PSN (kepada oligarki) di berbagai tempat dan fasilitas-fasilitas lain, sangat jelas bahwa itu merugikan negara, merugikan rakyat. Anda bayangkan contoh kasus PIK 2 rakyat dipaksa dengan status PSN, dan Rempang juga demikian," tukasnya.
Dukungan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga disampaikan dalam laman resmi situs ylbhi.or.id. Pengurus YLBHI menilai, ada 10 faktor Presiden ke-7 RI Joko Widodo dinominasikan sebagai tokoh terkorup dunia, oleh organisasi nirlaba bernama Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). "YLBHI melihat setidaknya ada 10 faktor Jokowi layak disebut sebagai koruptor," tulisnya.
Lebih lanjut, YLBHI menyebutkan 10 faktor yang membuat Jokowi patut disebut tokoh terkorup, antara lain sebagai berikut:
1. Pelemahan KPK Secara Sistematis
2. ?Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (2020)
3. ?Omnibus Law dan Pengabaian Check and Balances
4. ?Rezim Nihil Meritokrasi
5. ?Menghidupkan Kembali Dwifungsi Militer
6. ?Badan Usaha Milik Negara menjadi Badan Usaha Milik Relawan
7. ?Intelijen untuk Kepentingan Politik
Tudingan untuk Jokowi Diberikan Barisan Sakit Hati
Pendiri Haidar Alwi Institute, R Haidar Alwi, segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan dengan polling atau jajak pendapat, tapi melalui persidangan di pengadilan. Hingga saat ini, tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi.
Bahkan, tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK). “Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata,” ujarnya, Rabu 1 Januari 2025.
Dia menyatakan, predikat yang disematkan OCCRP terhadap Jokowi hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam polling atau jajak pendapat. Akibatnya, dapat merusak reputasi dan nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia, bahkan dunia.
Pembelaan terhadap Joko Widodo (Jokowi) disampaikan oleh Wakil Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Andy Budiman. Ia menyoroti publikasi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mencerminkan suara barisan sakit hati. "Itu suara barisan sakit hati dari kelompok yang belum bisa move on dari kekalahan Pilpres kemarin. Ada jejak digital bahwa OCCRP membuka ke publik untuk menominasikan Corrupt Person of The Year sampai 5 Desember lalu. Jadi ada polling. Nah, barisan sakit hati itu yang memobilisasi suara," kata Andy dalam pesan tertulis yang diterima VOI.
Akademisi dan pakar hukum pidana Universitas Trisaksi, Albert Aries menilai tudingan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sebagai tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024 yang tidak disertai bukti dapat dikualifikasikan sebagai fitnah dan penghinaan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia.
“Tuduhan korupsi tanpa dasar hukum dan tidak disertai bukti permulaan yang cukup, atau ‘Trial by NGO’ oleh OCCRP jelas bukan hanya ditujukan terhadap Jokowi, melainkan juga Pemerintahan Indonesia. Selama 10 tahun Pemerintahan Jokowi pasti penuh kekurangan, tapi bagaimanapun juga banyak hal baik yang diwariskan Jokowi,” tutupnya.