Kaji Dampak Karbon Terhadap BPP Listrik, Kementerian ESDM: Hanya Naik Sedikit
JAKARTA - Pemberlakuan Pajak Karbon terhadap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada 1 April nanti akan berdampak pada biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana memastikan tidak akan berdampak besar terhadap kenaikan BPP.
"Tentu ada pengaruhnya tapi hanya naik sedikit, tidak besar,"ujar Rida dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, 18 Januari.
Rida merinci, dengan pajak karbon yang ditetapkan sebesar 2 dolar AS per ton (Rp30/kg CO2e) maka kenaikan BPP hanya akan sebesar Rp0,58 per kWh (kilowatt-hour).
"Kalau kesehariannya 1.400 kWh, dengan tambahan sekitar 0.58 kecil lah," ungkap Rida.
Rida melanjutkan, kebijakan ini juga akan dilaksanakan secara bertahap setelah uji coba perdana. Menurut rencana, pemerintah akan menerapkan pajak untuk PLTU dengan kapasitas di bawah 100 megawatt pada 2023. Nilai ekonomi karbon dijalankan dengan mekanisme cap and trade dan cap and tax.
Baca juga:
Kebijakan ini sebelumnya tertuang dalam Pasal 13 Undang-undang Harmonisasi Perpajakan yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2021 lalu yang mengatur besaran tarif pajak karbon paling rendah Rp30,00 per kilogram.
Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pemerintah mengklaim pengenaan pajak karbon akan mengutamakan prinsip keadilan dan keterjangkauan.