Usai Larang Batu Bara, Mendag Lutfi Berencana Batasi Ekspor CPO

JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan rencana pembatasan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), palm olein dan minyak jelantah, setelah sebelumnya pemerintah juga melarang ekspor batu bara.

Berbeda dengan larangan ekspor batu bara, Lutfi mengatakan bahwa yang dilakukan untuk komoditas tersebut bukan larangan ekspor. Kata dia, kebijakan ini untuk memastikan ketersediaan pasokan minyak kelapa sawit. Khususnya, minyak goreng di dalam negeri.

"Untuk memastikan tidak jadi kecurangan, kita akan melartaskan, bukan melarang ya, melartaskan daripada minyak jelantah, barang-barang olein, dan juga CPO-nya," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 18 Januari.

"Jadi kita untuk memastikan bahwa domestic market ini cukup untuk barang-barang tersebut, dan sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia," sambungnya.

Sekadar informasi, kecurangan yang dimaksud adalah terkait penyaluran minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi ke pasar-pasar, yang sedang dilakukan saat ini sebagai upaya pemerintah mengintervensi harga minyak goreng yang melambung sejak akhir 2021.

Dalam kesempatan tersebut, Lutfi menekankan penyaluran minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi tersebut harus dijaga. Tujuannya adalah untuk memastikan agar minyak goreng bersubsidi tersebut tidak diekspor.

"Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut (minyak goreng) kita juga mesti memastikan bahwa tidak ada leakage daripada subsidi ini, yang dikerjakan oleh pemerintah untuk memastikan tidak terjadi kecurangan," ucapnya.

Sebelumnya, Lutfi juga sudah menyinggung mengenai kecurangan tersebut. Ia mengatakan tengah memastikan bahwa pasokan minyak goreng bersubsidi yang digelontorkan pemerintah tidak diekspor.

Pemerintah sendiri telah menyiapkan 1,2 miliar liter minyak bersubsidi sebagai upaya intervensi harga minyak di pasaran. Subsidi diberikan melalui dana pungutan ekspor CPO yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp3,5 triliun.

"Kita enggak mau kan tiba-tiba kemasan sederhananya malah dipotong, dikumpulin, kemudian untuk diekspor lagi. Kita mau ini untuk rakyat Indonesia," katanya, saat ditemui di kawasan Kota Tua, Jakarta, Rabu, 12 Januari.