JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan terdapat berbagai macam tantangan yang perlu diwaspadai dalam perdagangan pada 2022. Di antaranya adalah logistik hingga krisis energi. Tantangan tersebut akan berpengaruh pada ekspor non-migas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dua kontributor besar ekspor non-migas adalah batu bara dan produk olahan minyak sawit mentah atau CPO. Masing-masing komoditas tersebut menorehkan nilai ekspor sebesar 32,84 miliar dolar Amerika Serikat dan 32,83 miliar dolar Amerika Serikat.
Lutfi mengatakan kenaikan ekspor Indonesia yang signifikan kepanjangan tahun lalu tidak terlepas dari pertumbuhan permintaan global yang besar. Termasuk berbagai stimulus yang dikeluarkan pemerintah turut mendorong daya beli masyarakat. Namun, hal ini belum diikuti oleh kenaikan pasokan barang yang seimbang.
Contohnya, kata Lutfi, di Amerika Serikat inflasinya sudah mencapai 6 persen. Menurut dia, hal ini cukup membuat pusing pemerintah Amerika, karena inflasi tinggi tetapi barang-barang tidak ada.
"Di Amerika serikat inflasinya sudah mendekati 6 persen, dengan pertumbuhan inflasi yang tinggi tetapi barang-barang tidak ada karena masalah logistik. Jadi, seperti Presiden Xi Jinping baru saja membuat statement mengatakan bahwa jangan sampai tapering terjadi (terlalu cepat), karena itu sama dengan menyakitkan perekonomian dunia," katanya dalam konferensi pers 'Outlook Perdagangan 2022' secara virtual, Selasa, 18 Januari.
Kemudian, lanjut Lutfi, tantangan perdagangan dunia selanjutnya adalah risiko krisis energi yang berlanjut. Kata dia, harga energi yang naik bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi.
"Krisis energi itu sudah kejadian di Indonesia pada awal 2021, ini karena terjadi kelangkaan batu bara menyebabkan sandungan daripada pertumbuhan ekonomi yang mengganggu ekspor kita. Jadi ini bukan hanya bisa terjadi Indonesia tapi juga bisa terjadi di negara-negara lain yang menyebabkan perekonomian dunia menjadi jatuh," ucapnya.
Selanjutnya, kata Lutfi, tantangan dari pandemi COVID-19. Kata Lutfi, Indonesia bisa menyusun strategi untuk mengatasi tantangan kesehatan tersebut. Lutfi menjelaskan bahwa meskipun banyaknya trade measures yang berlangsung, tetapi secara keseluruhan ternyata perdagangan tumbuh baik dan sehat.
BACA JUGA:
"Karena itu, kita mesti menjadi terdepan, sekarang Indonesia terkenal sekarang sebagai resilience produser karena kita dianggapnya baik sekali. Tidak menutup daripada ekspor menyebabkan Indonesia menjadi negara tujuan untuk mengorder dari pada produk-produk mereka," katanya.
Lutfi memastikan pemerintah terus menyiapkan mitigasi untuk menghadapi masalah tersebut. Terkait hambatan berupa kelangkaan kontainer dan biaya pengapalan, Lutfi mengatakan situasi cenderung lebih baik dan tidak seburuk di kuartal II dan III tahun lalu.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan permasalahan logistik memang masih menjadi hambatan ekspor yang harus diupayakan penyelesaiannya.
Karena itu, Arsjad mengatakan Pemerintah perlu menyediakan solusi jangka pendek, menengah dan panjang untuk menyelesaikan permasalahan logistik tersebut.
"Yang diperlukan saat ini adalah bersama stakeholder bagaimana mengurangi beban dari naiknya biaya logistik. Salah satunya dengan melakukan ekspor bersama demi menekan biaya logistik," ucapnya.