Indonesia Alami Krisis Batu Bara, Bagaimana Nasib Proyek Gasifikasi?
JAKARTA - Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga memastikan kelangkaan batu bara dan LNG saat ini tidak berdampak pada proyek gasifikasi batu bara atau coal to DME. Sebab proyek tersebut saat ini masih dalam pembahasan.
"Proyeknya masih dalam tahap pembahasan antar pihak dan pemerintah," katanya saat dihubungi VOI, Rabu, 5 Januari.
Pengembangan proyek gasifikasi batu bara (coal to DME) antara PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk, dengan Air Products & Chemical Inc. Terjadi di tengah krisis batu bara dan liquefied natural gas (LNG) di dalam negeri. Nilai investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai 2,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp30,1 triliun.
Arya juga menjelaskan batu bara yang akan dipergunakan dalam proyek gasifikasi adalah batu bara jenis low rank (rendah kalori). Ia mengatakan batu bara tersebut selama ini tidak dipergunakan untuk industri kelistrikan.
Menurut Arya, proyek gasifikasi justru memanfaatkan jenis batu bara yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan atau dikonversi menjadi produk gas. Nantinya dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri kimia.
"Dan jenis batu bara yang akan dipergunakan oleh project gasifikasi adalah yang low rank yang selama ini tidak dipergunakan untuk industri kelistrikan. Jadi enggak ngaruh terhadap situasi saat ini," tuturnya.
Baca juga:
Untuk mempercepat gasifikasi batu bara, pemerintah melalui Pertamina, PTBA dan perusahaan asal Amerika Serikat Air Products & Chemical Inc., telah menandatangani Processing Service Agreement pada 2021 lalu.
Kementerian BUMN mencatat gasifikasi batu bara juga memiliki nilai tambah langsung bagi makro ekonomi Indonesia. Proyek ini dapat mendukung neraca perdagangan, mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG, hingga menghemat cadangan devisa. Penghematan cadangan devisa diperkirakan mencapai Rp9,7 triliun.
Proyek gasifikasi batu bara yang dijalankan oleh Bukit Asam, Pertamina dan Air Product ini akan memastikan ketahanan energi nasional dan juga menjadi motor penggerak industri energi agar mampu beroperasi optimal. Bahkan, pemerintah menggelontorkan insentif untuk memuluskan proyek hilirisasi batu bara ini melalui royalti 0 persen yang ditegaskan dalam Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja dan aturan turunannya.
Tak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan harga khusus batu bara untuk hilirisasi dan skema subsidi bagi produk Dimethyl Ether yang akan dipakai untuk substitusi LPG.