PM Shinzo Abe Kembali Jatuh Sakit Tepat pada Hari Menjadi Kepala Pemerintahan Terlama Jepang

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe kembali mendapatkan perawatan di rumah sakit, tepat ketika dirinya menjadi kepala pemerintahan terlama di negara itu. Pada minggu lalu Abe juga sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit di Tokyo. 

Melansir CNN, Senin 24 Agustus, Abe, pemimpin ekonomi terbesar ketiga di dunia, telah menjabat selama 2.799 hari berturut-turut sebagai PM. Ia melampaui rekor yang dibuat oleh paman buyutnya, PM Eisaku Sato, yang mengundurkan diri pada 1972.

Ia memberikan komentar singkat kepada wartawan setelah meninggalkan rumah sakit. Dia tidak mengatakan apa yang membuatnya sakit, tetapi menyatakan ucapan terima kasihnya kepada mereka yang telah mendukungnya bahkan di masa sulit.

"Hari ini saya mengetahui lebih banyak tentang cek kesehatan minggu lalu, dan saya telah mengikuti cek tambahan. Sambil melihat kesehatan saya, saya ingin melakukan yang terbaik dalam pekerjaan saya. Saya akan membahas masalah cek tambahan (di masa depan)," katanya. 

Diketahui, Abe menderita kolitis, penyakit radang usus yang tidak dapat disembuhkan, yang memaksanya untuk mengundurkan diri selama tugas pertamanya sebagai pemimpin negara pada 2006 hingga 2007. Ia kembali menjadi PM Jepang pada 2012 yang akhirnya menutup rotasi penggantian pemimpin Jepang.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan kunjungan cek kesahatan kali ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan pekan lalu. Hasilnya belum ada kemajuan signifikan dari Abe.

Tidak jelas seberapa serius masalah kesehatan Abe. Namun banyak orang di lingkaran dalamnya mengatakan bahwa pengobatanlah yang membuat ia kuat. Sebagai pemimpin, Abe dipuji karena menghidupkan kembali ekonomi negara yang stagnan, meskipun masalah utama seperti utang pemerintah dan semakin banyaknya populasi tua masih di depan mata. 

Pekan lalu menandai pertama kalinya kesehatan Abe memburuk menjadi bahan pembicaraan dalam politik Jepang selama bertahun-tahun. Dia sudah menghadapi kritik atas penanganannya terhadap wabah COVID-19 di negara itu. Pendukung Abe pun menurun, menambah spekulasi bahwa dia dapat mengundurkan diri setelah mencapai tonggak pemerintahannya.

Abe menghabiskan lebih dari enam jam pada minggu lalu di sebuah rumah sakit di Tokyo. Hal tersebut disampaikan oleh seseorang yang tidak berkenan memberikan identitasnya karena orang tersebut tidak berwenang untuk berbicara secara resmi tentang kesehatan Abe. 

Krisis COVID-19 di Jepang

Meskipun tidak ada komentar langsung dari pemerintah bahwa masalah kesehatan Abe dapat memaksanya mundur, penanganan pandemi dan krisis ekonomi yang terjadi telah membuka peluang bagi lawan politiknya. Kasus COVID-19 telah meningkat di seluruh Jepang sejak pertengahan Juli.

Sementara itu pejabat pemerintah dan dokter mengatakan bahwa beban kasus yang lebih tinggi adalah hasil dari lebih banyak pengujian. Mereka juga mengatakan peningkatan jumlah orang yang sakit kritis mengkhawatirkan di mana Jepang memiliki banyak populasi tua.

Kelelahan atas tindakan jaga jarak sosial memicu beberapa warga Jepang mulai berani melanggar aturan. Jalan-jalan di Tokyo mulai padat pada siang hari. 

61.747 kasus telah terkonfirmasi mengidap COVID-19 di negara itu sejak pandemi mulai tercatat sejak 1 Juli. Sementara 1.176 orang tewas karenanya. Tetapi pemerintah mengatakan tidak memiliki rencana untuk mengumumkan keadaan darurat, seperti yang terjadi selama wabah pertama di Jepang.

Virus itu juga sangat merusak aktivitas ekonomi dan menjungkirbalikkan banyak agenda pemerintahan Abe yang berusaha menarik negara keluar dari deflasi selama bertahun-tahun. Jepang melaporkan penurunan PDB terburuk dalam catatan minggu lalu, menyusut 7,8 persen pada kuartal kedua dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Angka tersebut diterjemahkan ke tingkat penurunan tahunan sebesar 27,8 persen, yang terburuk sejak pencatatan modern dimulai pada 1980.