OTT Cuma 6 Kali Hingga Pelanggaran Etik Pimpinannya, Bikin KPK Dapat Rapor Merah

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat rapor merah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) di penghujung 2021 lalu. Penyebabnya ada banyak. Tapi salah satunya karena jumlah penindakan di era Firli Bahuri dkk lebih sedikit dibanding pimpinan lainnya.

ICW menyerahkan rapor merah kepada Firli Bahuri pada Kamis, 30 Desember lalu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada. Dalam rapor merah itu, terdapat sejumlah penilaian yang diberikan oleh ICW.

Untuk upaya mempertahankan pegawai berintegritas, Firli mendapat nilai F. Selanjutnya, untuk mematuhi kode etik pimpinan KPK, ICW memberi nilai E-; meningkatkan OTT nilai yang diberikan adalah E; tidak menunjukkan gimmick politik D-; dan untuk menangkap buronan yang sudah kabur bertahun-tahun E-.

Terkait penilaian itu, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan terdapat permasalahan serius yang belum bisa diselesaikan. Sehingga, Firli Bahuri dkk pantas mendapat ponten merah.

"Ada sejumlah permasalahan yang serius yang belum bisa diselesaikan KPK, khususnya Pimpinan KPK. Yang pertama misalnya kami melihat ada jumlah penindakan yang semakin merosot tajam," kata Kurnia kepada wartawan saat itu.

Kurnia memaparkan tahun ini, KPK hanya berhasil melakukan enam operasi tangkap tangan (OTT). Angka ini tentunya menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

Permasalahan lainnya adalah pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh dua pimpinan KPK, yaitu Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. "Kemudian yang ketiga terkait menyingkirkan puluhan pegawai berintegritas melalui TWK," tegasnya.

Kurnia juga menyebut KPK kini kerap menunjukkan gimmick seakan bukan penegak hukum tapi seperti politikus. Hal ini terlihat dari sejumlah tindakan yang ditunjukkan pimpinan KPK.

"KPK hari ini bukan berlakon dalam penegak hukum tapi justru terlihat seperti polisi. Misalnya, dulu di tahun 2020, pimpinan KPK sempat memasak nasi goreng dan sempat membagikan bansos," ujar pegiat antikorupsi itu.

Selain itu, Kurnia tak menampik upaya pemberantasan korupsi hanya berbasis penindakan semata. Namun, melihat kondisi saat ini banyak upaya pencegahan yang tidak berjalan bahkan mengandung permasalahan.

"Supervisi KPK juga tidak banyak masuk pada perkara-perkara besar. Belum lagi kita bicara soal pengelolaan internal lembaga selain soal Tes Wawasan Kebangsaan, ada sejumlah regulasi yang dikeluarkan KPK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat bahkan melanggar ketentuan perundangan," jelas Kurnia.

"Misalnya, bagaimana birokrasi KPK makin menggemuk karena ada Peraturan Komisi (Perkom) 7 Tahun 2020 dan perkom itu sebenarnya kami anggap melanggar peraturan perundangan," imbuh dia.

Dengan berbagai dasar tersebut, ICW kemudian menyerahkan rapor merah kepada Firli dkk. "Kami berikan E kepada KPK atau tidak lulus sebenarnya pimpinan ini membawa KPK menjadi lembaga penegak hukum yang benar-benar berintegritas dan berkualitas untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi," ujarnya.

Mendapat nilai merah tersebut, KPK angkat bicara. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, pemberantasan korupsi tak hanya bisa dilihat dari penindakan semata, apalagi jumlah operasi tangkap tangan (OTT).

Capaian pemberantasan korupsi tidak sebatas penindakan saja, apalagi hanya menghitung jumlah OTT. Karena OTT hanya salah satu metode dalam penindakan," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 31 Desember.

Dia mengatakan komisi antirasuah memang hanya melakukan operasi senyap sebanyak enam kali. Tapi, 105 surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan dengan jumlah tersangka 123 tersangka.

"Artinya, jika merujuk pada angka tersebut penetapan tersangka melalui OTT tidak lebih dari 5 persen dari total kegiatan penyidikan KPK," ujarnya.

Selain itu, KPK juga terus menggencarkan pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang berkolaborasi bersama pemangku kepentingan baik pada lingkup daerah, nasional, maupun global.

Bahkan, dari upaya pencegahan lewat fungsi koordinasi, Ali mengatakan, pihaknya berhasil menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara dan daerah senilai Rp35 triliun dari penagihan piutang PAD, penertiban, dan penyelamatan aset.

"Sedangkan melalui startegi pendidikan, KPK telah mendorong 360 pemerintah daerah mengesahkan regulasi pendidikan antikorupsi. KPK juga telah berhasil mendorong implementasi pendidikan antikorupsi pada 24 ribu lebih di level pendidikan dasar, 3.400 lebih di pendidikan menengah, dan 6.200 lebih pada program studi perguruan perguruan tinggi," jelasnya.

Ali meminta publik tetap optimis dengan KPK dan mendukung strategi pemberantasan korupsi. Namun, pihaknya tetap menghargai setiap persepsi publik termasuk kritikan yang masuk ke lembaganya.

Apalagi, sejak awal KPK selalu menempatkan masyarakat sebagai mitra untuk mendukung tugas pemberantasan korupsi.

"Kami berharap publik memberikan optimisme sekaligus dukungan terhadap tiga strategi pemberantasan korupsi tersebut. Bahu-membahu mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi," pungkasnya.