Varian Omicron Disebut Dramatisasi, Legislator PDIP: Itu Nyata, Jangan Berkomentar yang Kurang Bijak
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta semua pihak menahan diri dan bijak dalam merespons dan berpendapat terkait penanganan pandemi COVID-19, khususnya varian Omicron.
Sebab, anggapan negatif akan membuat masyarakat bingung yang berujung kurangnya kepercayaan kepada pemerintah dalam mengantisipasi varian baru asal Afrika Selatan itu.
“Ada komentar yang terlalu dipaksakan, misalnya disebut-sebut bahwa Omicron tidak berbahaya, Omicron terlalu dramatisasi, Omicron terlalu dibesar-besarkan sehingga membuat masyarakat takut. Komentar seperti ini kan kurang bijak, karena para ahli epidemiologi di seluruh dunia pun belum bisa memastikan tingkat keparahan Omicron itu,” ujar Rahmad kepada wartawan, Rabu, 22 Desember.
Legislator PDIP ini pun mengingatkan, bahwa saat ini kasus COVID-19 di Amerika Serikat kembali melonjak dengan 75 persen kasus didominasi varian Omicron. Selain Amerika, nyaris seluruh negara di dunia saat ini sedang fokus menghadapi varian Omicron.
“Kita bisa melihat secara global, ancaman Omicron ini nyata adanya. Lalu apanya yang didramatisir,?” kata Rahmad.
Rahmad berharap semua pihak, baik mantan pejabat, tokoh politik, termasuk masyarakat biasa, bisa menahan diri dan bijak dalam bermedia sosial.
“Sebut soal antri berkepanjangan di bandara yang sempat viral. Tayangan tersebut terkesan menyudutkan pemerintah dan para petugas di Bandara. Padahal petugas sudah melayani masyarakat yang baru datang dari luar negeri selama 24 jam sehari,” katanya.
Anggota DPR dari dapil Jawa Tengah itu menilai, sebaiknya semua anak bangsa saling bergotong-royongan memerangi COVID-19. Salah satunya, menyampaikan pendapat secara bijak.
“Saya kira semua pendapat kita hormati, kita hargai tetapi jangan memaksakan kehendak dengan menyampaikan kepada publik seolah pendapat kita paling benar," katanya.
"Kalau info yang tidak utuh disampaikan ke masyarakat, lalu diterima mentah-mentah oleh masyarakat, dampaknya pendapat masyarakat akan terbelah. Nah, jika terjadi pro dan kontra maka proses pengendalian COVID-19, khususnya di masa liburan Nataru ini bisa menjadi kontra produktif," sambungnya.
Rahmad menyarankan, sebaiknya semua pihak mengikuti aturan yang sudah dibuat pemerintah. Karena kata dia, sejatinya pemerintah lah pemimpin perang melawan COVID-19.
Baca juga:
- Tambahan Dua Kasus Omicron Baru di Indonesia Merupakan Pelaku Perjalanan dari London
- DPR: Kurangi Proses Pemeriksaan dan Waktu Tunggu Hasil PCR Bisa Bantu Urai Antrean Panjang, Karantina Lebih Efektif
- Kabar Terbaru, Kasus Varian Omicron di Indonesia Bertambah Jadi 5 Kasus
- Biadab! Pria di Binjai Sumut Cabuli Bocah 14 Tahun, Korban juga Dijadikan Badut Keliling
“Apapun yang disampaikan pemerintah kita ikuti bersama, karena semua keputusan pemerintah sudah melalui kajian dan rujukan dari WHO, para ahli, para asosiasi kesehatan, asosiasi dokter maupun pihak berkompeten yang lain,” tandas Rahmad.
Sebelumnya, Eks Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari turut berkomentar terkait dengan virus COVID-19 varian baru ini dan menganggap masalah ini dibesar-besarkan.
"Omicron itu karena dari mutasi sedikit protein, tetapi strain-nya tetap yang lama, yang berubah sifatnya adalah yang ada di ujung protein itu. Nah, kemudian didramatisasi gitu kayaknya, (sampai bilang) mati lo kalau kena varian omicron," ungkap Siti Fadilah saat diwawancarai Rabu, 1 Desember.
Ia juga menegaskan bahwa virus Omicron tidak berbahaya sehingga tak perlu panik berlebihan.