Sejarah Gudang Garam yang Pernah Terdampak G30S PKI
JAKARTA - Tradisi mengisap rokok kretek telah digemari kaum bumiputra sejak dulu. Industri rokok diuntungkan. Barang siapa memiliki resep racikan kretek –cengkeh hingga saus— terbaik, niscaya akan kaya raya. Tjoa Ing Hwie atau Surya Wonowidjoyo mengamininya. Kretek jadi jalan ‘ninjanya' meraih kekayaan. Di tangannya, perusahaan rokok Gudang Garam lahir. Usahanya sukses besar. Namun Gudang garam sempat jatuh kerena kekurangan buruh akibat G30S.
Rokok adalah industri yang mampu bertahan dari zaman Hindia-Belanda. Tiap terjadi goncangan ekonomi ataupun perang, rokok tak kehilangan penggemarnya. Malah justru meningkat. Apalagi industri rokok acap kali jadi juru selamat perekonomian di Hindia-Belanda.
Ketahanan industri rokok membuat ragam pengusaha dalam negeri terjun ambil bagian. Surya Wonowidjoyo jadi salah satu di antaranya. Imigran asal provinsi Fujian China yang tinggal di Kediri itu belajar banyak dari keluarganya yang mengenalkan rokok sebagai industri turun temurun.
Pun tiap anggota keluarga diharuskan terlibat dari proses hulu hingga hilir industri rokok. Surya pun begitu. Semasa muda ia tak punya banyak pilihan selain untuk bergabung dengan pamannya, Tjoa Kok Tjiang.
Surya diminta oleh sang paman untuk membantunya membesarkan perusahaan rokok Cap 93. Kala itu, rokok Cap 93 tengah naik daun dan terkemuka di Kediri. Surya diberikan tanggung jawab mengepalai bagian pencampuran saus.
Kesempatan itu tak disia-sia oleh Surya. Saban hari surya banyak berkutat dalam menghasilkan racikan rokok kretek terbaik. Terutama dengan bekal ramuan saos simpanan pamannya. Kemampuan Surya pun meningkat. Rokok Cap 93 jadi naik daun. Tapi di tengah jalan, keduanya berselih hingga Surya memilih hengkang dari Rokok Cap 93.
“Tjoa Kok Tjiang, pada tahun 50-an itu, boleh dibilang termasuk salah satu penghasil kretek terkemuka di Kediri. Kemajuan penjualan mulai terasa, sesudah Tjoa Ing Hwie, pada sekitar 1950 masuk ke situ, dan kemudian dipercaya mengepalai bagian pencampuran saus. Di situ pula Ing Hwie mendapat ilmu simpanan Kok Tjiang dalam hal menghasilkan kretek yang bisa memilin lidah para pengisapnya. Karena sebab tak jelas, Ing Hwie, yang sudah dipercaya menjadi kuasa direktur, bertengkar dengan Kok Tiiang.”
“Menurut salah satu cerita, sang paman tak setuju dengan usul keponakannya untuk melakukan ekspansi. Sedangkan cerita lain menyatakan, pertengkaran terjadi gara-gara sang keponakan mulai menuntut bagian saham. Akhirnya, 1956, Ing Hwie hengkang dari perusahaan pamannya. Setahun lamanya dia menganggur, sebelum akhirnya memutuskan mendirikan perusahaan rokok sendiri dari hasil tabungan sisa gaiinya selama enam tahun bekerja di Cap 93,” ungkap Eddy Herwanto Bahan dan Muchlis Dj. Tolomundu dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Rokok: Yang Bangkrut dan yang Bangkit (1985).
Ia mendirikan perusahaan rokok dengan merek Inghwie. Demi mengakomodasi perusahaan rokok itu, ia menerima 50 buruh yang hengkam bersamanya dari Cap 93 untuk bekerja di perusahaan rokok miliknya. Namun, merek itu kurang sukses di pasaran. Surya coba putar otak dan memulai dari awal membangun perubahan rokok dengan merek baru.
Ia kemudian mengubah merek dagang rokoknya menjadi Cap Gudang Garam pada 1958. Perubahan itu karena Surya mendapatkan ide Gudang Garam dari sebuah mimpi. Ia melihat bangunan Gudang Garam di seberang pabrik Cap 93. Mimpi itu lalu membayanginya berhari-hari.
“Pada suatu malam Tjoa Ing Hwie bermimpi tentang sebuah gudang tua penyimpanan garam. Di seberang gudang tersebut berdiri pabrik Cap 93 yang terlihat mentereng. Tjoa Ing Hwie pun menceritakan perihal mimpinya pada Sarman, seorang karyawan loyalnya. Sarman pun coba menterjemahkan mimpi sang ‘juragan’ kedalam sebuah gambar ilustrasi. Berawal dari itu, Sarman menyarankan pada Tjoa Ing Hwie untuk menetapkan gambarnya menjadi logo produk rokok, dengan merek dagang Gudang Garam,” tulis Baskoro Suryo Banindro dalam buku Kapita Selekta (2019).
Titik terendah
Nama Gudang Garam nyatanya membawa hoki bagi Surya. Pabrik rokok Cap Gudang Garam dengan produk yang juga diberi nama sama, laris di pasaran. Kesuksesaan itu mencapai puncaknya pada tahun 1962. Kemunculan produk rokok kretek dengan nama Gudang Garam Kuning jadi ajiannya.
Kesuksesan itu bahkan mampu mendongkrak produksi Gudang Garam yang semula 234 juta batang, menjadi 779 juta batang dalam setahun. Di saat itu juga Gudang Garam mulai menjelma laksana sebuah kapal raksasa. Penjualannya meningkat, begitu pula jumlah buruhnya. Banyak kepala keluarga di Kediri yang menjadi buruh sangat bergantung dengan kehadiran Gudang Garam.
Akan tetapi, Eksistensi itu sempat terganggu. Gudang Garam mendapatkan cobaan berat karena terjadinya peristiwa politik Gerakan 30 September (G30S) pada 1965. Peristiwa G30S itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal TNI AD yang dilakukan oleh pasukan militer. Sekalipun pemicu, dalang, siapa saja yang terlibat masih misteri, nada keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI), justru muncul sebagai yang paling terdengar.
Pemerintah langsung ambil tindakan. Mereka bergerak untuk menumpas seluruh antek-antek PKI sampai akar-akarnya. Buruh yang digadang-gadang akan dijadikan angkatan kelima PKI jadi korban. Termasuk buruh Gudang Garam. Empunya Gudang Garam sampai memberikan dukungan penuh dengan operasi penumpasan antek-antek G30S. Sebab, Gudang Garam banyak mendapatkan kesukaran karena tindakan-tindakan serikat pekerja-pekerja PKI.
“Di Kediri pun, bila ditilik dari perspektif NU, masa-masa awal Orde Baru dianggap sebagai waktunya Islamisasi. Kiai senior dari pesantren Lirboyo, Kiai Haji Mahrus Aly, sudah menjalin kontak dengan perusahaan rokok Gudang Garam, yang selama masa Demokrasi Terpimpin menghadapi banyak sekali kesulitan karena tindakan dari serikat-serikat pekerja PKI.”
“Menurut putra Mahrus Aly, Kiai Imam, Mahrus Aly juga memiliki hubungan yang dekat dengan Kodam Brawijaya dari angkatan darat dan merupakan orang kepercayaan senior dari kepolisian setempat. Pada 1966, Gudang Garam meminta bantuannya untuk menyingkirkan PKI dan, dengan instruksinya, Ansor memainkan peran seperti yang sudah dibahas di bab sebelumnya. Setelahnya, bisnis Gudang Garam berkembang dengan cepat dan aliansinya dengan para kiai di Kediri tetap kuat,” terang M.C. Ricklefs dalam buku Mengislamkan Jawa (2013).
Tindakan itu berujung senjata makan tuan. Akibat operasi itu, buruh-buruhnya yang dianggap berafiliasi dengan PKI disingkirkan. Gudang Garam jadi perusahaan rokok yang paling merugi. Omsetnya menurun tajam. Demikian pula produksinya. Butuh waktu selama dua tahun untuk Gudang Garam supaya dapat mengembalikan keadaan. Dengan kata lain, Gudang Garam mencapai titik paling rendah kala itu.
“Pada tahun 1965 bersamaan peristiwa politik G30S PKI, perusahaan Gudang Garam mengalami goncangan karena banyak buruh pabrik rokoknya yang ditangkap aparat militer sebab disinyalir sebagai anggota PKI. Akan tetapi, dua tähun sesudahnya perusahaan ini mampu bangkit dan melakukan konsolidasi manajemen perusahaan sehingga Gudang Garam mampu melakukan ekspansi pasar dengan merambah wilayah Blitar, Madiun, dan Surakarta,” tutup Bedjo Riyanto dalam buku Siasat Mengemas Nikmat (2019).
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.