Satpol PP DKI Cek Potensi Pelanggaran Protokol COVID-19 di Deklarasi KAMI
JAKARTA - Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin, mengatakan akan menelusuri potensi pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Deklarasi KAMI diikuti banyak orang di Tugu Proklamasi siang tadi.
"Nanti kami akan lihat pelanggarannya di mana," kata Arifin saat dihubungi VOI, Selasa, 18 Agustus.
Namun, Arifin tak mau memanggil penyelenggara acara deklarasi KAMI untuk meminta klarifikasi atas dugaan pelanggaran. Sebab, klarifikasi terhadap penyelenggara acara disebut kewenangan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI.
"Kan ada Kesbangpol yang bertugas mengingatkan organsisasi tersebut. Ditanya saja (ke Kesbangpol)," ujar Arifin.
Arifin mengklaim mendapat laporan dari jajarannya semua peserta yang memasuki lokasi penyelenggaraan acara deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat tersebut mengenakan masker.
Hanya saja, di tengah acara, ada sejumlah peserta yang melepas maskerya. "Melepas masker dengan tidak pakai masker kan beda. Saya dapat kiriman foto dari sana, semua memakai masker," ucap Arifin.
Adapun terkait kerumunan yang terjadi dalam deklarasi KAMI, Arifin menyerahkan pengawasan di lapangan kepada pihak kepolisian.
"Acara tersebut, kan, katanya sudah mendapat izin dari pihak kepolisian. Ada kepolisian juga di situ (saat acara berlangsung)," ujarnya.
Sebelumnya, Satgas Penanganan COVID-19 menyesalkan deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta yang melanggar protokol kesehatan. Sebab, kegiatan ini membuat kerumunan massa di tengah pandemi COVID-19.
"Hari ini ada aksi deklarasi masyarakat dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia di Tugu Proklamasi Jakarta dan ini terlihat kerumunan massa yang cukup besar dan sangat berdekatan," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito.
Selain tidak melakukan jaga jarak fisik, massa yang hadir juga banyak tidak mengenakan masker atau menggunakan masker, tapi dengan cara yang tidak tepat yaitu diturunkan di dagu.
Kritik ini bukan hanya disampaikan oleh Satgas COVID-19. Sebelumnya sejumlah pihak turut mempertanyakan protokol kesehatan dalam acara ini.
Wiku menegaskan, kegiatan yang menyebabkan kerumunan seharusnya tidak perlu dilaksanakan. Dirinya meminta, masyarakat untuk berhati-hati terhadap penyebaran COVID-19. Apalagi, saat ini pemerintah tengah berusaha untuk mencegah terjadinya penularan virus ini di tengah masyarakat.
"Apabila kejadian-kejadian seperti ini terulang maka klaster yang dipertanyakan banyak pihak akan muncul dan ini harus kita cegah agar kondisi aman COVID-19 di Indonesia bisa terjadi dan masyarakat bisa kembali melakukan kegiatan sosial dan ekonomi secara terkendali," tegasnya.
Baca juga:
Sementara itu, pengamat kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah heran karena tidak ada penindakan yang dilakukan oleh Pemprov DKI lewat Satpol PP.
Panitia acara ini memang menyediakan fasilitas pembersih tangan seperti hand sanitizer dan melakukan pemeriksaan suhu kepada peserta. Namun sayangnya, massa yang hadir menumpuk di lokasi tersebut. Bahkan, beberapa di antaranya melepas masker yang sebelumnya dikenakan.
"Satpol PP sebagai pengawas protokol kesehatan harus menindak dan membubarkan ketika adanya kerumunan," kata Trubus saat dihubungi VOI.
Ketentuan protokol kesehatan diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 51 Tahun 2020. Pada pasal 8, disebutkan bahwa setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah diberikan sanksi berupa kerja sosial atua denda senilai Rp250 ribu.
Kemudian, Pasal 16 mengamanatkan bahwa seluruh penyelenggaran kegiatan sosial maupun budaya wajib melaksanakan protokol pencegahan COVID-19.
Di antaranya adalah membatasi jumlah pengunjung paling banyak 50 persen dari kapasitas tempat, mewajibkan penggunaan masker, melakukan pemeriksaan suhu tubuh, dan menjaga jarak paling sedikit 1 meter (physical distancing).
Sementara, setiap penyelenggara acara yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut mendapat teguran secara tertulis atau denda sebesar Rp25 juta, sesuai tingkat pelanggaran.