Bagaimana Era Post-Truth Meningkatkan Perilaku Korup
JAKARTA - Era post-truth mendampaki banyak sektor kehidupan orang-orang. Termasuk budaya korupsi. Era post-truth membuka peluang peningkatan tidak pidana korupsi.
Pakar ilmu hukum yang juga Sekretaris Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Hasrul Halili mengatakan era post-truth cenderung memunculkan perilaku masyarakat yang berlawanan dengan prinsip kejujuran dan integritas.
"Sekarang, perilaku koruptif dan tindak pidana korupsi semakin menjadi-jadi salah satunya karena kita berada di era post truth, era di mana kita terfasilitasi berbohong, tidak menjadi otentik, serta manipulatif di ruang publik," ujar Hasrul Halili.
Hal itu dikemukakan Hasrul Halili saat menjadi pemateri dalam webinar nasional bertajuk "Mengembangkan Integritas Antikorupsi Mahasiswa" yang disiarkan langsung di kanal YouTube Universitas Ahmad Dahlan, dipantau dari Jakarta, Sabtu, 11 Desember.
Ciri penting era post-truth atau era pascakebenaran, lanjut dia, di antaranya adalah kebohongan dimanipulasi sedemikian rupa agar tampak menjadi kebenaran dan pembenaran lebih diutamakan daripada kebenaran sejati.
"Kemudian yang terakhir, ciri era post-truth itu adalah informasi disampaikan dengan lebih memainkan psikologi emosional daripada cara argumentasi yang ilmiah dan berbasis data," tambah Hasrul Halili.
Dari ciri-ciri itu, ujar dia, tindak pidana korupsi dan perilaku koruptif pun semakin menjadi-jadi karena era post-truth menyebabkan hal-hal yang dominan di tengah masyarakat adalah hal yang dimanipulasi, disinformasi, hoaks, dan kebohongan.
Baca juga:
- Rusia Tingkatkan Kemampuan Rudal anti-Tank Khrizantema: Jadi Senjata Siluman, Tembakkan Rudal Hipersonik
- Panjang Lebar Penjelasan Jokowi untuk Respons Kritikan Anwar Abbas di Kongres MUI
- KSP Jamin Komitmen Pemerintah Hidupkan Moderasi Beragama
- Presiden Burkina Faso Tunjuk Eks Kepala Badan Uji Coba Nuklir Jadi PM Baru
Selanjutnya, Hasru Halili menilai seluruh hal itu mendorong kemunculan perilaku yang berlawanan dengan prinsip kejujuran dan integritas. Dengan demikian, orang-orang di era post-truth pun terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi.
“Yang namanya korupsi itu, bermain-main di wilayah kebohongan seperti ini dan bisa menjadi ancaman serius terhadap yang kita sebut nilai-nilai integritas dan kejujuran,” tegas dia.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, Hasru Halili mengimbau seluruh perguruan tinggi di Indonesia agar dapat membangun pendidikan karakter yang mempertautkan tiga hal sebagaimana disebutkan Yudi Latif dalam buku Wawasan Pancasila: Bintang Penuntun untuk Pembudayaan.
Tiga hal tersebut, papar dia, adalah pengetahuan moral, perilaku aktual, dan situasi konkret. Selain itu, ia juga mengimbau agar perguruan tinggi mampu menjadi island of integrity atau panutan integritas bagi masyarakat Indonesia dan memiliki substansi serta metode pembelajaran antikorupsi.
Melalui langkah-langkah seperti itu, kata Hasrul Halili, mahasiswa di seluruh perguruan tinggi pun dapat menjadi kader perjuangan antikorupsi bagi Indonesia.