Bagikan:

JAKARTA - Sambutan Presiden Jokowi yang sudah disiapkan berlembar-lembar oleh stafnya, dipinggirkan. Jokowi memilih tak mau membaca sambutan yang sudah dipersiapkan itu saat membuka Kongres Ekonomi Umat ke-2 Majelis Ulama Indonesia.

"Tadi saya disiapkan bahan sambutan seperti ini banyaknya," kata Jokowi di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 10 Desember kemarin.

Sebelum kesempatan Jokowi, memang saat itu yang lebih dulu bicara adalah Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas. Anwar Abbas mengingatkan pemerintah memperhatikan usaha mikro dan ultra mikro. Menurutnya, dua kelas usaha ini belum memiliki akses pembiayaan memadai untuk menjangkau perbankan.

Tanpa perlu menunggu lama, Jokowi langsung menjawab seluruh kritik dan menjelaskan panjang lebar apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk memajukan usaha mikro dan ultra mikro.

Tadi saya disiapkan bahan sambutan seperti ini banyaknya. Tapi setelah saya mendengar tadi, Dr. Buya Anwar Abbas menyampaikan itu, saya enggak jadi juga pegang ini. Saya akan jawab apa yang sudah disampaikan oleh Dr. Buya Anwar Abbas. Akan lebih baik menurut saya, di dalam forum yang sangat baik ini.

Yang pertama, yang berkaitan dengan lahan, dengan tanah, penguasaan lahan, penguasaan tanah. Apa yang disampaikan oleh Buya betul. Tapi bukan saya yang membagi. Ya harus saya jawab. Harus saya jawab. Dan, kita sekarang ini dalam proses mendistribusi reforma agraria yang target kita, sudah mencapai 4,3 juta hektare dari target 12 juta yang ingin kita bagi. Dan saat ini, kita sudah memiliki bank tanah. Akan kita lihat HGU (Hak Guna Usaha), HGB (Hak Guna Bangunan), yang ditelantarkan, semuanya. Mungkin insyaallah bulan ini sudah saya mulai atau mungkin bulan depan akan saya mulai untuk saya cabut satu per satu yang ditelantarkan, karena banyak sekali. Konsesinya diberikan, sudah lebih 20 tahun, lebih 30 tahun, tapi tidak diapa-apakan, sehingga kita tidak bisa memberikan ke yang lain-lain.

Tetapi kalau Bapak/Ibu semuanya…saya pernah menawarkan ini, waktu pertemuan Persis di Bandung. Karena ada yang menanyakan juga masalah itu, saya jawab sama. Kalau Bapak/Ibu sekalian, ada yang memerlukan lahan dengan jumlah yang sangat besar, silakan sampaikan kepada saya. Akan saya carikan. Akan saya siapkan. Berapa? 10.000 hektare? Bukan meter persegi, (tapi) hektare. 50.000 hektare? Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal juga yang feasible. Artinya ada feasibility study yang jelas, akan digunakan (untuk) apa barang itu, lahan itu. Akan saya berikan. Saya akan berusaha untuk memberikan itu, insyaallah. Karena saya juga punya bahan banyak, stok, tapi enggak saya buka ke mana-mana. Kalau Bapak/Ibu sekalian ada yang memiliki, silakan. Datang ke saya diantar oleh Buya Anwar Abbas.

Ya, saya juga…dipikir saya enggak kepikiran? Gini Ratio waktu saya masuk 0,41 lebih. Kepikiran Bapak/Ibu sekalian. Gap seperti itu kepikiran. Jangan dipikir saya enggak kepikiran! Kepikiran. Karena saya merasakan, jadi orang susah itu saya merasakan betul. Dan enak menjadi orang yang tidak susah memang. Silakan. Untuk apa? Tapi jangan menunjuk, “Pak, saya yang di Kalimantan saja”, jangan. Saya yang memutuskan. “Oh, Bapak butuh 10.000 (hektare), ya saya berikan, ada ini di Sumatra”. “Oh, 50.000 (hektare), saya ada ini di Kalimantan, silakan”. Dengan sebuah feasibility yang hitung-hitungan dan kalkulasinya jelas. Jangan sampai kita berikan, tahu-tahu diambil juga yang itu lagi. Dibeli yang itu lagi. Untuk apa saya memberikan konsesi kalau untuk itu. Dan itu kejadian sudah berpuluh-puluh kali seperti itu terus.

Akan banyak nanti bank tanah kita ini. Sudah ada yang mengomandani, akan banyak sekali yang kita cabuti. “Sudah, ndak ini, ndak, ini sudah lebih dari 20 tahun, lebih dari 30 tahun, ndak”. Masukkan ke sini, ke bank tanah, baik itu HGU maupun HGB. Agar semua lahan yang kita miliki itu betul-betul produktif.

Yang kedua, mengenai usaha mikro, usaha ultramikro. Memang banyak yang enggak tahu tapi nanti, bulan-bulan Januari, Februari, kalau boleh saya ajak nanti dari MUI, dipimpin juga Pak Buya Anwar Abbas, enggak apa-apa, entah 5 orang, entah 10 orang. Akan saya ajak, apa yang sudah kita bangun yang namanya Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) PNM, itu (tahun) 2015, kita hanya bisa mengumpulkan 500 ribu usaha mikro, usaha ultramikro, yang pinjamannya tiga sampai lima juta (rupiah). Satu juta, dua juta, tiga juta, sampai lima juta (rupiah). Sekarang sudah…nasabahnya sudah mencapai 9,8 juta (orang). Grameen Bank, Grameen Bank itu totalnya hanya 6,5 juta (nasabah), dia mendapatkan (penghargaan) Nobel. Ini kita sudah 9,8 juta (nasabah) tapi enggak dapat Nobel.

Akan saya tunjukkan bagaimana Mekaar, PNM Mekaar ini bekerja, yang kecil-kecil dikelompokkan kemudian gandeng renteng, kalau satu enggak bisa mengangsur, siapa yang membantu. Sistem ini sudah berkembang. Insyaallah nanti sampai (tahun) 2024, akan mencapai target kita (yaitu) 20 juta (nasabah). Tapi memang masih banyak. Karena usaha kecil, usaha mikro, ultramikro kita ada 64 juta. Topangan ekonomi informal kita memang sangat-sangat besar sekali.

Saya juga sedih melihat porsi pinjaman bank kita juga…usaha UMKM hanya diberi 20 persen, sisanya yang tengah yang gede. Kita memaksa pun enggak bisa karena “Pak, kami bekerja itu berdasarkan kalkulasi dan feasibility study yang semuanya terkalkulasi. Enggak bisa Bapak mendorong-dorong kami”, “Enggak, enggak, enggak, saya kan enggak minta banyak-banyak, saya minta minimal 30 persen saja tapi naik dari 20 (persen)”. Ini pun masih tarik-ulur, tapi dipaksa enggak bisa. Bank kita itu enggak bisa. “Pak, kita ini bekerja dengan kehati-hatian yang tinggi, prudent, enggak bisa Bapak memaksa kami dengan target-target seperti itu. BRI mungkin bisa lebih dari 80 persen ke usaha kecil, usaha mikro, ultramikro, tetapi kami enggak bisa yang lain karena kami memang…basis kami adalah di usaha-usaha besar dan usaha-usaha menengah”.

Inilah kesulitan-kesulitan yang kita miliki. Tetapi insyaallah nanti dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), yang gede-gede, yang dari kecil menjadi tengah menjadi gede, ini bisa dilayani oleh BSI. Karena sekarang sudah masuk ke bank 8 besar dengan kekuatan kapital yang lebih kuat. Dan kita harapkan nanti, baik itu berkaitan dengan industri halal, berkaitan dengan pariwisata halal, yang berkaitan dengan produk-produk halal, yang kalau kita lihat pangsanya sangat besar sekali, ini bisa dilayani oleh sebuah bank yang juga gede. Kalau dulu kan hanya melayani yang kecil-kecil. Ini yang kecil dilayani seberapa banyak pun, yang gede juga bisa dilayani oleh Bank Syariah Indonesia (BSI).

Saya juga senang, ini karena sudah menjawab dua hal tadi. Saya ingin memberikan posisi ekonomi syariah kita yang tahun 2014 itu pada posisi ranking yang ke-9. (Tahun) 2020, 2021, kita sudah naik menjadi peringkat ke-4 dunia. Perkiraan saya, insyaallah dalam tiga-empat tahun ini akan masuk (peringkat) ke-2 atau ke-1. Kalau growth, kalau pertumbuhannya seperti yang kita lihat sekarang. Akan cepat sekali. Pasarnya masuk ke semua negara.

Inilah saya kira perkembangan ekonomi syariah kita dalam enam-tujuh tahun ini, dan kita harapkan dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, sebesar 87 persen atau 207 juta jiwa, kita telah berkomitmen untuk menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024. Dan kita akan berusaha keras untuk itu. Baik tadi yang saya sampaikan mengenai pengembangan industri halal, pengembangan sektor keuangan syariah, pengembangan sektor keuangan sosial syariah, pengembangan kewirausahaan syariah, semuanya akan kita dorong. Karena memang kita ini adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan ini saya ulang-ulang terus di mana-mana mengenai ini agar negara lain tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Apalagi sejak (tanggal) 1 Desember kemarin, kita telah menjadi Presidensi G20, Keketuaan G20. Artinya, kita menjadi ketua dari negara-negara besar, negara-negara maju dengan PDB (produk domestik bruto), dengan GDP (gross domestic product) yang masuk dalam 20 besar (dunia). Kita sekarang di nomor 16. Tapi seperti tadi disampaikan oleh Buya, bahwa insyaallah di (tahun) 2040-2045, memang hitung-hitungan McKinsey, hitung-hitungan dari Bank Dunia (World Bank), dari IMF, memang kita akan masuk ke-4 besar (dunia) tapi itu halangannya juga tidak kecil, tantangannya juga bukan tantangan yang mudah. Ada syarat-syarat kita untuk mencapai ke sana. Sehingga perkiraan PDB kita saat itu, di (tahun) 2040-2045, kurang-lebih 23 ribu sampai 27 ribu (dolar AS) income per capita masyarakat kita, sebuah angka yang sangat besar sekali tentu saja. Tapi itu butuh kerja keras kita semuanya.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Kongres Ekonomi Umat ke-2 Majelis Ulama Indonesia, sore hari ini saya nyatakan dibuka.