Jelang Putus Kontrak Swastanisasi Air, PAM Jaya Bentuk Tim Transisi
JAKARTA - Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya akan memutus kontrak kerja sama swastanisasi air dengan dua perusahaan swasta, yakni PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya pada Januari 2023.
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menyebut pemutusan kontrak ini telah disepakati sebagaimana perjanjian kerja sama yang diteken pada 6 Juni 1997 lalu.
Untuk mempersiapkan pengakhiran swastanisasi air, Hernowo menyebut pihaknya akan membentuk tim transisi pengelolaan air bersih.
"Untuk menuju Januari 2023, kami akan membentuk tim transisi. Tim transisi ini akan fokus pada lima klaster," kata Hernowo kepada wartawan, Senin, 6 Desember.
Klaster pertama, tim transisi akan fokus pada aset. Setelah kontrak berakhir, aset-aset milik Aetra dan Palyja akan diambil alih oleh PAM Jaya.
"Di akhir kerja sama itu, aset akan kembali ke PAM Jaya," ujar dia.
Klaster kedua, tim akan memproses urusan bisnis seperti produksi dan pelayanan air bersih kepada warga yang sebelumnya dijalankan dua mitra swasta itu. Lalu, klaster ketiga akan fokus pada sumber daya manusia.
"Klaster keempat terkait dengan legal aspek, aspek hukum pemindahaan pengelolaan air secara menyeluruh. Klaster kelima fokus kepada sumber utama atau main source," ungkap Hernowo.
Ia menjelaskan, tim transisi ini dibuat dengan tujuan untuk memastikan saat terjadi pengambilalihan pengelolaan layanan air, sebisa mungkin warga yang menjadi pelanggan tidak mendapat gangguan.
"Kita berharap bahwa dengan seperti itu bisa memastikan bahwa proses transisinya itu bisa berjalan dengan baik, memastikan pelayanan itu, akhirnya tidak terjadi celah.
Baca juga:
- Mahfud MD: Kontroversi UU Cipta Kerja Cuma di Teori
- Dampak Putusan MK soal UU Cipta Kerja, Erick Thohir: Sangat Minim
- Perbaiki UU Cipta Kerja, NasDem Minta DPR dan Pemerintah Segera Laksanakan Putusan MK
- UU Cipta Kerja Diketok Inkonstitusional oleh MK, Baleg DPR Kritik Jokowi: Saya Tak Sependapat dengan Penafsiran Pemerintah
Lebih lanjut, Hernowo menegaskan para mitra juga tidak bisa menuntut atas infrastruktur yang telah dibangun dalam menyediakan layanan untuk pelanggan air minum. Apalagi kerja sama ini memakai basis financial projection, sehingga mereka telah membuat rancangan anggaran proyek saat ingin memulai bisnis.
"Basisnya adalah financial projection. Jadi berapa investasi yang harus ditanamkan oleh mitra selama 25 tahun kerja sama itu. Untuk investasi sendiri dua mitra ini secara bersama-sama kurang lebih selama ini sekitar Rp4 triliun," jelas dia.