Disambangi Nadiem, NU Kembali Gabung POP Kemendikbud
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta Pusat. Nadiem disambut Rais Aam PBNU Yahya Cholik Staquf.
Nadiem menyebut, kedatangannya ke PBNU untuk membahas evaluasi Program Organisasi Penggerak (POP) yang sempat bermasalah karena sejumlah organisasi mengundurkan diri dari pelaksana POP, termasuk NU.
"Kami berdiskusi menyelaraskan pendidikan di Indonesia seperti apa. Kami Dan mendapatkan banyak sekali ide-idw mengenai bagaimana kita bisa menyempurnakan, POP dan berbagai inisiatif kita kedepannya," kata Nadiem di lokasi, Rabu, 12 Agustus.
Nadiem mengatakan dari pertemuan itu, PBNU memutuskan untuk kembali bergabung dalam POP. Program ini rencananya dilaksanakan pada Januari 2021 mendatang.
Dengan catatan, Kemendikbud memastikan sisi kelonggaran waktu dan persiapan dalam situasi pandemi COVID-19 ini bisa dilakukan lebih baik, berdasarkan masukan organisasi masyarakat dan pendidikan seperti PBNU.
"Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar PBNU dan Rais A'am yang telah memberikan dukungannya dan telah memutuskan untuk kembali berpartisipasi di dalam program POP mulai Januari 2021," ujar Nadiem.
Sementara itu, Rais Aam PBNU Yahya Cholik Staquf menegaskan pihaknya akan melanjutkan kerja sama dengan menjadi pelaksana POP. Sebab, menurutnya, program tersebut merupakan kebijakan strategis yang berkaitan dengan pendidikan siswa.
"Banyak hal yang tadi sudah dibicarakan bersama dan ada banyak rencana kerjasama antara kemendikbud bersama NU dan akan terus kita tindak lanjuti. NU harus terus terlibat dan tidak boleh menarik diri dari keterlibatan di dalam dunia pendidikan ini," jelas Yahya.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, POP diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan merdeka belajar episode keempat pada 10 Maret 2020. Program itu dirancang untuk mendorong terciptanya sekolah-sekolah penggerak dengan cara memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah.
Hal itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang dapat secara efektif meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Polemik POP ini muncul ketika Komisi X DPR RI Syaiful Huda (PKB) menilai ada kejanggalan dari sejumlah perusahaan besar seperti Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto ikut mendapatkan dana tersebut.
Pertanyaan ini pula yang melatarbelakangi PGRI, Muhammadiyah, dan LP Ma'arif NU mundur dari pelaksana POP. NU menilai kriteria keanggotaan tidak jelas dan khawatir akan ada konflik kepentingan dalam POP.
Sampai akhirnya, Nadiem meminta maaf pada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan PGRI terkait polemik ini dan meminta ketiga lembaga tersebut kembali bergabung dalam POP.