Minta Maaf, Nadiem Minta NU dan Muhammadiyah Kembali ke POP
Mendikbud Nadiem Makarim (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meminta maaf pada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan PGRI terkait polemik Program Organisasi Penggerak (POP).

Melalui permintaan maaf ini Nadiem meminta tiga organisasi itu kembali bergabung dalam POP. Adapun tiga organisasi itu keluar terkait dugaan kepentingan karena mengikutsertakan Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna dalam POP.

"Saya memohon maaf atas segala atas keprihatinan yang timbul dan berharap agar pimpinan tokoh NU, Muhammadiyah dan PGRI bersedia untuk terus memberikan bimbingan dalam prose pelaksanaan program yang kami sadadri masih belum sempurna," kata Nadiem dalam dalam keterangan di akun Youtube Kemendikbud RI, Selasa, 28 Juli.

Tanpa dukungan dari lembaga-lembaga ini, Nadiem mengaku tujuan penciptaan pendidikan berkualitas akan sulit tercapai. Nadiem lalu menyatakan aprisisasi atas masukan dari pihak NU, Muhammadiyah, dan PGRI mengenai POP. 

"Ketiga oragnisasi ini telah berjasa di dunia pendidikan bahakan jauh sebelum negara ini berdiri. Tanpa pergerakan mereka dari Sabang sampai Merauke, idantitas budaya dan misi dunia pendidikan di Indonesai tidak akan terbentuk," ungkap Nadiem.

Nadiem menegaskan bahwa Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna tak akan menggunakan APBN dalam pelaksanaan POP. Nadiem menyebut, kedua peserta organisasi tersebut akan mendanai secara mandiri aktivitas POP. 

Nadiem mengaku keputusan ini berdasarkan hasil evaluasi lanjutan kebijakan ini setelah menuai protes dari sejumlah pihak. 

"Kemdikbud telah menyepakati dengan Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna bahwa partisipasi mereka dalam program kemdikbud tikda akan menggunana dana dari APBN sepeserpun," tuturnya.

Seperti diketahui, POP diluncurkan sebagai bagian dari kebijakan merdeka belajar episode keempat pada 10 Maret 2020. Program itu dirancang untuk mendorong terciptanya sekolah-sekolah penggerak dengan cara memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah.

Hal itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang dapat secara efektif meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Lalu, polemik POP ini muncul ketika Komisi X DPR RI Syaiful Huda (PKB) menilai ada kejanggalan di beberapa dari 156 lembaga pendidikan dan ormas yang nantinya akan mendapatkan dana hibah Kemendikbud dari APBN ini. 

Dia menilai, sejumlah perusahaan besar seperti Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto ikut mendapatkan dana tersebut. 

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ferdiansyah (Partai Golkar) juga mempertanyakan rekam jejak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang lolos seleksi POP. Pertanyaan ini pula yang melatarbelakangi PGRI, Muhammadiyah, dan LP Ma'arif NU mundur dari Program Organisasi Penggerak.