Antisipasi Varian Omicron, Afrika Selatan Pertimbangkan Wajibkan Vaksinasi COVID-19 Tetapi Tidak Lockdown
JAKARTA - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan pada Hari Minggu pihak berwenang sedang mempertimbangkan untuk membuat suntikan COVID-19 wajib untuk tempat dan kegiatan tertentu, karena peningkatan infeksi terkait dengan varian baru mengancam untuk menjadi gelombang keempat.
Hanya seperempat orang Afrika Selatan yang sepenuhnya divaksinasi terhadap COVID-19 meskipun ada pasokan dosis yang cukup. Sebagian karena masalah logistik yang membawa mereka keluar ke daerah pedesaan, tetapi juga karena keragu-raguan vaksin dan sikap apatis di antara penduduk.
Pemerintah Kenya pekan lalu mengeluarkan arahan, penduduk harus menunjukkan bukti vaksinasi sebelum 21 Desember untuk mengakses layanan, menjadikannya salah satu negara pertama di Afrika yang mengeluarkan mandat vaksin.
"Kami telah, telah melakukan keterlibatan dengan mitra sosial dan pemangku kepentingan lainnya untuk memperkenalkan langkah-langkah yang menjadikan vaksinasi sebagai syarat untuk akses ke tempat kerja, acara publik, transportasi umum, dan tempat umum," sebut Ramaphosa dalam pidatonya mengutip Reuters 29 November.
"Jika negara tersebut tidak mempertimbangkan opsi mandat vaksin, negara itu akan terus rentan terhadap varian baru dan akan terus menderita gelombang infeksi baru," tandasnya seraya menambahkan orang yang rentan mungkin juga akan ditawari suntikan booster.
Namun, dia mengatakan pihak berwenang tidak akan mempertimbangkan pembatasan penguncian di negara paling maju di Afrika untuk saat ini.
Afrika Selatan telah melihat hampir tiga kali lipat kasus yang dilaporkan setiap hari dalam seminggu terakhir, terutama dari varian Omicron baru yang pertama kali diidentifikasi oleh ahli virologi Afrika Selatan.
"Jika kasus terus meningkat, kita bisa berharap untuk memasuki gelombang infeksi keempat dalam beberapa minggu ke depan, jika tidak lebih cepat," Ramaphosa memperingatkan.
Pejabat Afrika Selatan sangat marah tentang larangan Inggris pada penerbangan dari negara-negara Afrika selatan, yang telah diikuti beberapa negara lain. Banyak orang Afrika Selatan merasa mereka dihukum karena transparansi dan kerja keras mereka dalam mengawasi cara virus bermutasi.
Dalam pidato Hari Minggu, presiden mengecam negara-negara Barat yang kaya karena pengenaan larangan perjalanan secara spontan dan mendesak mereka untuk membalikkan tindakan tersebut.
"Ini adalah penyimpangan yang jelas dan sama sekali tidak dapat dibenarkan dari komitmen yang dibuat banyak negara ini pada pertemuan negara-negara G20 di Roma bulan lalu," tegas Ramaphosa.
"Larangan bepergian tidak diinformasikan oleh sains, juga tidak akan efektif dalam mencegah penyebaran varian ini," kritiknya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Zambia Sylvia Maseko mengatakan negara di selatan Afrika tersebut akan mengharuskan pegawai negeri divaksinasi untuk datang bekerja, dan siapa pun yang mencari akses ke gedung pemerintah perlu membuktikan bahwa mereka telah disuntik.
Baca juga:
- Dokter Afrika Selatan Sebut Pasien Varian Omicron Miliki Gejala Sangat Ringan, Dapat Dirawat di Rumah
- Baru 12 Jam Menjabat, PM Wanita Pertama Swedia Magdalena Andersson Mengundurkan Diri
- Tolak Permintaan China Pindahkan Kapal Perang dari Laut China Selatan, Menhan Filipina: Sudah Ada dari 1999
- Selamatkan Pengemudi Wanita yang Pingsan di Jalan Tol dari Kecelakaan Maut, Pria Ini Rela Menabrakkan Mobilnya
Untuk diketahui, oara ilmuwan sejauh ini telah mendeteksi relatif sedikit kasus varian Omicron, terutama di Afrika Selatan tetapi juga di Botswana, Hong Kong dan Israel. Tetapi mereka khawatir dengan jumlah mutasi yang tinggi, yang telah menimbulkan kekhawatiran bisa lebih resisten terhadap vaksin dan menular.
Seorang dokter yang termasuk di antara yang pertama di negara itu yang menandai kemungkinan varian baru virus corona ini mengatakan pada Hari Minggu, gejalanya sejauh ini tampak ringan dan dapat diobati di rumah.