Unjuk Rasa Terus Meluas, Waktu Netanyahu Makin Menipis

JAKARTA - Unjuk rasa menuntut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mundur meluas. Di Yerusalem, ribuan pengunjuk rasa menyatakan semacam ultimatum.

"Waktumu telah habis," tertulis dalam sejumlah spanduk yang dibawa para pengunjuk rasa.

Para pengunjuk rasa menilai Netanyahu telah gagal total menangani krisis akibat pandemi COVID-19. Apalagi, tuduhan korupsi terhadap Netanyahu makin menguat.

Para pengunjuk rasa juga mengibarkan bendera Israel sebagai simbol duka sekaligus simpati pada negara, bahwa presiden telah gagal melindungi hak hidup dan ekonomi warga selama pandemi.

Di jalan-jalan raya Tel Aviv, unjuk rasa juga terpantau melibatkan ribuan orang. Di sana, mereka mengibarkan bendera hitam dan meneriakkan pesan agar Netanyahu mengundurkan diri.

Mobil-mobil yang lewat turut membunyikan klakson sebagai bentuk dukungan pada para pengunjuk rasa. Salah seorang pengunjuk rasa, Yael mengungkap alasannya turut dalam aksi adalah karena ia telah kehilangan pekerjaan akibat pandemi.

“Anda akan berpikir bahwa krisis sekali seumur hidup seperti ini akan mendorong Netanyahu untuk bertindak. Dan ternyata tidak. Cukup sudah,” katanya, dikutip Reuters, Senin, 10 Agustus.

Sikap Netanyahu masih sama. Ia bergeming, bahkan menganggap aksi protes terhadapnya sebagai bentuk penghinaan terhadap demokrasi.

Netanyahu juga bahkan menuding media massa Israel sebagai pihak yang terus mengipas api keresahan dan menyebabkan meluasnya protes. Pemimpin partai berkuasa, Likud, dalam keterangan resmi juga menyampaikan pernyataan senada.

Menurut dia, kerusuhan dibekingi oleh partai sayap kiri. Partai Likuid bahkan menunjuk Channel 12 Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait meluasnya resistensi pada pemerintahan Netanyahu.

“Netanyahu berjuang untuk mengembalikan ekonomi Israel ke normal dan untuk mentransfer dana dan hibah kepada warga Israel,” kata Partai Likud dalam sebuah pernyataan yang diposting ke halaman Twitter Netanyahu.