Afrika Selatan Sebut Larangan Terbang Inggris Karena Varian Baru COVID-19 dan Picu Peringatan Global Terburu-buru
JAKARTA - Afrika Selatan mengatakan pada Hari Jumat larangan penerbangan yang dikeluarkan Inggris terhadap enam negara Afrika selatan terkait varian baru COVID-19 tampaknya terburu-buru, ketika otoritas Uni Eropa menyiapkan langkah serupa dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan darurat.
Para ilmuwan sejauh ini hanya mendeteksi varian B.1.1.529 dalam jumlah yang relatif kecil, terutama di Afrika Selatan, juga di Botswana dan Hong Kong, tetapi mereka khawatir dengan tingginya jumlah mutasi yang mungkin membuatnya kebal vaksin dan lebih menular.
Inggris mengatakan varian itu adalah yang paling signifikan yang ditemukan setelah melarang penerbangan dari Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Zimbabwe dan Namibia mulai tengah hari pada Hari Jumat.
Sementara, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, Uni Eropa juga bertujuan untuk menghentikan perjalanan udara dari wilayah tersebut, menggambarkan varian dalam sebuah tweet sebagai "perhatian".
Terpisah, kelompok kerja WHO tentang evolusi virus akan bertemu pada hari Jumat untuk membahas apakah akan secara resmi memberikan label itu, sebutan yang hanya diberikan kepada empat varian sejauh ini.
Ahli epidemiologi WHO Maria Van Kerkhove mengatakan dalam sebuah video yang diunggah di Twitter, perlu beberapa minggu untuk memahami dampak mutasi varian.
Keriuhan varian baru COVID-19 membuat nilai tukar rand Afrika Selatan merosot lebih dari 2 persen terhadap dolar pada awal Jumat, karena varian tersebut membuat investor bingung. Saham perhotelan Afrika Selatan juga anjlok.
Afrika Selatan akan berbicara dengan pihak berwenang Inggris untuk mencoba membuat mereka mempertimbangkan kembali larangan mereka, kata kementerian luar negeri di Pretoria.
"Kekhawatiran langsung kami adalah kerusakan yang akan ditimbulkan keputusan ini terhadap industri pariwisata dan bisnis kedua negara," ujar Menteri Luar Negeri Naledi Pandor dalam sebuah pernyataan, mengutip Reuters 26 November.
Afrika Selatan, yang paling parah terkena dampak di Afrika dalam hal total kasus dan kematian COVID yang dilaporkan, telah mengalami jeda setelah gelombang infeksi ketiga yang parah, hingga minggu lalu ketika infeksi baru mulai meningkat.
Baca juga:
- Baru 12 Jam Menjabat, PM Wanita Pertama Swedia Magdalena Andersson Mengundurkan Diri
- Tolak Permintaan China Pindahkan Kapal Perang dari Laut China Selatan, Menhan Filipina: Sudah Ada dari 1999
- Selamatkan Pengemudi Wanita yang Pingsan di Jalan Tol dari Kecelakaan Maut, Pria Ini Rela Menabrakkan Mobilnya
- Resmi Sandang Dan-9 Sabuk Hitam Taekwondo, Donald Trump Sejajar dengan Presiden Rusia Vladimir Putin
Pada Hari Kamis, Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) melaporkan 2.465 kasus baru, hampir dua kali lipat jumlah hari sebelumnya. Meskipun NICD tidak menghubungkan kebangkitan dengan varian B.1.1.529, para ilmuwan lokal terkemuka menduga itu adalah penyebabnya.
Untuk diketahui, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika sangat tidak menyarankan larangan perjalanan di negara-negara yang telah melaporkan varian tersebut.
"Memberlakukan larangan pada pelancong dari negara-negara di mana varian baru dilaporkan belum menghasilkan hasil yang berarti," sebut lembaga tersebut.