Sempat Menghilang Usai Terlibat Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir, PPAT Erwin Riduan Serahkan Diri ke Polda Metro
JAKARTA - Tersangka kasus mafia tanah Nirina Zubir sekaligus Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris, Erwin Riduan, akhirnya menyerahkan diri. Selama ini keberadaan tersangka Erwin tidak diketahui oleh pihak yang berwajib.
Pantauan VOI, Erwin tiba di Polda Metro Jaya pukul 12.16 WIB. Dia tampak mengenakan kemeja putih. Tak sedikit pun ucapan yang disampaikan olehnya.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Petrus Silalahi mengatakan, tersangka menyerahkan diri usai penyidik berkoordinasi dengan ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Hapendi Harahap.
"Kemudian melalui Ketua IPPAT Hapendi Harahap telepon kami untuk serahkan diri," ujar Petrus kepada wartawan, Selasa, 23 November.
Dengan koordinasi itu, tersangka pun akhirnya mau menyerahkan diri. Namun, belum dirinci soal lokasi yang sempat dijadikan tempat persembunyian.
"Anggota kami kerahkan semua kemudian kami tunggu di Polda. Sekarang datang sudah dibawa ke ruangan untuk dilanjutkan pemeriksaan," tandas Petrus.
Baca juga:
- Satu PPAT Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir Ditangkap, Langsung Dijebloskan ke Penjara
- Polisi Ultimatum Satu PPAT Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir
- Menteri ATR Sofyan Djalil Siap Pecat Anak Buahnya Jika Terbukti Terlibat dalam Kasus Nirina Zubir
- Pesan KPK ke Kepala Daerah: Kenapa Takut OTT Kalau Tak Langgar Aturan
Erwin Rudian dan Ina Rosaina telah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah Nirina Zubir. Tapi, mereka tidak ditahan karena beberapa alasan.
Dalam kasus mafia tanah sebenarnya polisi sudah menetapkan lima tersangka. Tiga di antaranya telah ditahan yakni, Riri Khasmita, Endrianto, dan seorang notaris Faridah.
Riri Khasmita diketahui merupakan mantan asisten dari mendiang ibu Nirina Zubir.
Berdasarkan pemeriksaan, Riri telah menjual dan menggadaikan lahan milik orang tua Nirina Zubir. Hasilnya, Riri mengantongi uang sebesar Rp7,4 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP. Mereka terancam hukuman pidana atas lima tahun penjara.