Periksa Mantan Mentan Amran Sulaiman, KPK Dalami Kepemilikan Tambang Nikel
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan tambang nikel dalam pemeriksaan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman. Pemeriksaan digelar di Polda Sulawesi Tenggara.
Amran Sulaiman diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014. Amran akhirnya diperiksa setelah meminta penjadwalan ulang.
"Dalam pemeriksaan hari ini terhadap saksi Amran Sulaiman, tim penyidik mengkonfirmasi antara lain terkait kepemilikan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan.
Sementara pada Rabu, 17 November kemarin, penyidik memeriksa dua orang saksi. Mereka adalah Direktur PT Tambang Wisnu Mandiri, Bisman dan pihak swasta bernama Andi Ady Aksar Armansyah.
Kepada dua saksi ini, KPK mengonfirmasi beberapa hal. Salah satunya terkait pengurusan IUP di Kabupaten Konawe Utara.
Baca juga:
- Anggaran Pengadaan IT Rp39 Miliar Dikritik, Wagub DKI: Sekarang Kan Eranya Digital
- Cerita di Balik Terjadinya Diskusi Dadakan Mega dan Prabowo di Istana
- Anggota MUI Diciduk Densus 88, Muhammadiyah: Kita Serahkan pada Proses Hukum yang Betul-betul Adil
- Tak Cuma ke Wakil Ketua DPRD, Pemprov DKI Juga Anggarkan Dana Hibah Rp480 Juta ke Yayasan Ayah Wagub Riza
Dalam kasus ini, mantan Bupati Konawe Utara Aswad diduga menerima suap hingga Rp13 miliar dari sejumlah pengusaha yang diberi izin pertambangan di wilayahnya. Akibat perbuatannya, dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan dianggap telah merugikan negara hingga Rp2,7 triliun.
Angka ini disebut KPK berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses yang tidak sesuai aturan. Aswad diduga mencabut kuasa pertambangan secara sepihak yang mayoritas dikuasai PT Antam.
Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa perusahaan telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Dia kemudian disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.