Sri Mulyani: Tenang, Indonesia Belum Alami Resesi

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi minus 5,32 persen, dibanding kuartal I yang mampu tumbuh positif di angka 2,97 persen. Namun, kondisi ini tak lantas membuat Indonesia masuk ke jurang resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, sebuah negara baru dapat dikatakan masuk ke fase resesi apabila realisasi pertumbuhan ekonomi secara tahunan atau year on year (yoy) terkontraksi selama dua kuartal berturut-turut.

"Biasanya dalam melihat resesi itu, dilihat year on year untuk dua kuartal berturut-turut," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 5 Agustus.

Sri Mulyani mengatakan, mengacu pada aturan tersebut Indonesia belum bisa dikatakan memasuki jurang resesi seperti Singapura maupun Korea Selatan. Sebab, jika dilihat secara tahunan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia baru terkontraksi satu kali di tahun ini.

"Sebetulnya kalau dilihat dari  year on year belum (resesi), karena ini baru pertama kali kita kontraksi," tuturnya.

Lebih lanjut, Sri berujar, pemerintah berkomitmen untuk menjaga perekonomian nasional pada kuartal berikut III, agar terhindar dari zona negatif. Sehingga, Indonesia tidak masuk ke fase resesi.

"Kalau kuartal III bisa kita hindarkan, maka kita Insyaallah tidak secara teknikal mengalami resesi," jelasnya.

Bendahara negara ini mengatakan, Indonesia masih punya peluang untuk lolos dari resesi ekonomi. Sri Mulyani memperkirakan ekonomi nasional masih bisa berbalik tumbuh positif pada kuartal III 2020.

"Kuartal III kita masih berharap growth-nya minimal nol persen atau positifnya di 0,5 persen, meski memang probabilitas negatif masih ada karena penurunan dari beberapa sektor tidak pulih secara cepat akan pulih kembali," ucapnya. 

Sementara untuk kuartal IV 2020 diperkirakan ekonomi berada di kisaran 3 persen. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun ini sebesar nol persen hingga 1 persen. 

"Pertumbuhan ekonomi 2020 diharapkan akan tetap terjaga pada zona positif," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II ini tercatat minus 5,32 persen. Angka ini anjlok dibanding periode yang sama pada tahun lalu di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sudah terlihat menurun sejak kuartal I. Hal ini disebabkan pada kuartal I ekonomi terbesar di dunia, China mengalami kontraksi sangat tajam minus 6,8 persen.

"Itu pengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di mana trading partner dan investasi sangat dipengaruhi kondisi ekonomi global dan regional termasuk ekonomi RRT yang lambat secara drastis akibat COVID-19," katanya.