Wakil Erick Thohir Sebut Garuda Indonesia Bangkrut Secara Teknikal dan Punya Utang Rp139 Triliun, Karyawan Bakal Kena PHK?
JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terungkap memiliki utang mencapai 9,8 triliun atau setara dengan Rp139 triliun. Dari jumlah utang tersebut, kutang terbesar berasal dari kewajiban pembayaran sewa pesawat kepada lessor yakni sebesar 6,3 miliar dolar AS. Emiten berkode saham GIAA ini pun mengurangi jumlah armada pesawat dari 142 unit hanya 60 unit yang beroperasi.
Lalu, apakah akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK)?
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa Garuda Indonesia akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan Hal ini dilakukan sebagai upaya efisiensi struktur keuangan dan menekan utang yang melilit Garuda.
Lebih lanjut, Tiko, sapaan akrabnya menjelaskan bahwa PHK akan dilakukan dengan skema program pensiun dini hingga program lain yang nantinya ditawarkan manajemen kepada para karyawan.
"Rencana Garuda melakukan pengurangan jumlah karyawan, baik melalui program pensiun dini maupun program-program lainnya," tuturnya di Jakarta, dikutip Jumat, 12 November.
PHK tersebut sejalan dengan langkah manajemen Garuda yang melakukan pemangkasan sejumlah rute penerbangan domestik dan internasional. Nantinya rute penerbangan domestik a kurang dari 273 menjadi 140 saja. Artinya akan ada 97 rute penerbangan yang akan dipangkas.
Tiko mengatakan pihaknya akan memberhentikan rute-rute internasional Garuda Indonesia secara signifikan dan menyisakan volume kargo yang dinilai masih memadai atau menguntungkan di masa pandemi COVID-19 ini.
Lebih lanjut, Tiko menjelaskan sebagai gantinya, pihaknya mengalikan atau refocusing rute internasional ke domestik yang dinilai lebih menguntungkan secara bisnis.
"Internasional kita kurangi secara signifikan, dan internasional hanya beberapa yang di-service itupun sebagian besar karena adanya volume kargo yang baik. Jadi kita tidak akan punya rute-rute long hold seperti Amsterdam Belanda dan sebagainya di-shutdown. Rute yang sepi seperti Korea pun di-shutdown jadi kita menyatakan volume kargo yang memadai," ucapnya.
Selain itu, Tiko juga mengatakan bahwa jadwal penerbangan Garuda Saat ini semakin langka. Sebab, pesawat yang ada mayoritas dikandangkan atau di-grounded.
"Kalau Garuda paling drastis dari pesawatnya 142, saat ini tinggal 50-60 pesawat yang beroperasi. Jadi kami sudah mendapatkan banyak komplain selama sebulan terakhir flight Garuda makin langka, karena pesawatnya di-grounded," tuturnya.
Lebih lanjut, Tiko, sapaan akrab Wamen BUMN, menjelaskan dari banyak tipe pesawat yang sebelumnya dimiliki Garuda pesawat Boeing 737 yang lebih efisien dari sisi operasi justru yang paling banyak diambil oleh perusahaan lessor.
Menurut Tiko, hal ini pula yang membuat maskapai penerbangan nasional ini hanya menggunakan tipe widebody Boeing 777 dan 330 yang mengangkut lebih banyak penumpang, meskipun tidak seefisien Boeing 737.
"Yang menarik 737 pesawat efisien, justru 737 yang kecil yang banyak diambil oleh lessor, makanya kita banyak pakai pesawat widebody yang 777 dan 330. Kalau Bapak Ibu pergi ke Denpasar sekarang banyak oleh pesawat widebody 777 walaupun tidak efisien seperti 737," jelasnya.
Sementara itu, Tiko mengatakan, anak usaha Garuda, Citilink masih relatif stabil dari kepemilikan pesawat dengan mayoritas bertipe A320. Tipe pesawat dan kepemilikan pesawat oleh Citilink ini akan tetap.
Garuda bangkrut secara teknikal
Tiko mengungkap bahwa neraca ekuitas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melampaui PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia mengatakan bahwa Garuda mengalami negatif ekuitas sebesar 2,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp40 triliun.
"Kami tekankan neraca Garuda saat ini mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS jadi ini rekor, kalau dulu rekornya dipegang Jiwasraya sekarang sudah digeser Garuda. Jadi negatif ekuitas Garuda sudah mencapai Rp40 triliun," katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa, 9 November.
Baca juga:
- Kabar Gembira dari Wakil Erick Thohir: Meski Sekarang Masih Hancur Lebur, Garuda Indonesia Diproyeksi Pulih pada 2023 saat Pandemi Mereda
- Seluruh Pesawat Garuda Indonesia Terancam 'Dikandangin' alias Di-Grounded, Ini Komentar Wamen BUMN Tiko
- Peter Gontha Buka-bukaan Surat Resign dari Posisi Komisaris Garuda, yang Ditujukan kepada Konglomerat Chairul Tanjung Bos Trans Airways
- Restrukturisasi Utang Garuda Indonesia Tak Semudah Krakatau Steel hingga Waskita, Wamen BUMN: Kreditur Garuda Mayoritas Asing
Sekadar informasi, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat memiliki ekuitas negatif mencapai Rp38,4 triliun per Desember 2020. Sementara, Garuda Indonesia per September 2021 berada pada posisi negatif 2,8 miliar dolar AS atau Rp40 triliun.
Kartika mengatakan bahwa drop-nya tingkat neraca keuangan Garuda Indonesia disebabkan juga oleh adanya pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 73 yang dilakukan perusahaan pada 2020-2021 ini yang menyebabkan dampak penurunan ekuitas semakin dalam.
Menurut Kartika, pada posisi ini secara teknikal telah menyeret perseroan ke lubang kebangkrutan.
"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," katanya.
Lebih lanjut, Kartika mengatakan, anggapan bangkrut tersebut karena secara praktik sebagian kewajiban Garuda Indonesia sudah tak dibayar. Bahkan, gaji pegawai pun dipangkas sejak 2020. Sedangkan untuk gaji pejabat perseroan sudah sebagian ditahan.
"Jadi kita harus pahami bersama situasi Garuda sebenarnya secara technical sudah mengalami bangkrut. Karena kewajiban-kewajiban jangka panjangnya sudah tidak ada yang dibayarkan termasuk global sukuk, termasuk himbara dan sebagainya," tuturnya.
Tiko menjelaskan bahwa posisi utang Garuda mencapai 9,8 miliar dolar AS. Menurut dia, tunggakan pembayaran kepada lessor senilai 6,3 miliar dolar AS menjadi utang yang paling besar. Karena ada komponen jangka panjang, dan tadi ada komponen yang tidak terbayar dalam jangka pendek.
"Kalau disampaikan utangnya mencapai 7 yang tercatat, plus kemudian utang dari lessor yang tidak terbayar 2 miliar dolar AS lagi jadi totalnya sebenarnya 9 miliar dolar AS," ucapnya.
Sedangkan aset perseroan hanya 6,9 miliar dolar AS. Tiko mengatakan persoalan keuangan di maskapai nasional tersebut terjadi akibat kombinasi antara korupsi pada masa lalu dan penurunan pendapatan di masa pandemi COVID-19.
"Jadi saya sering ditanya Garuda ini kinerjanya turun karena apa? Apakah karena korupsi atau pandemi? Ya dua-duanya, bukan salah satu. Jadi terdampak karena dua-duanya yang membuat kondisi Garuda saat ini tidak baik," ucapnya.