Luhut dan Erick Thohir Dilaporkan Terkait Dugaan Bisnis PCR, KPK: Akan Ditelaah Direktorat Pengaduan Masyarakat
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pelaporan terhadap Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir terkait dugaan korupsi bisnis tes PCR telah diterima oleh bagian persuratan.
Nantinya, setelah bagian persuratan di komisi antirasuah selesai melakukan tugasnya, pihak Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) akan segera menelaah laporan tersebut.
"Suratnya berdasarkan pengecekan sudah diterima bagian persuratan, tentunya ini akan melalui mekanisme dan akan diterima oleh Direktorat Dumas dan (akan, red) ditelaah," kata Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 4 November.
Penelaahan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah dugaan tersebut sesuai dengan kewenangan komisi antirasuah sesuai Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019.
Jika sesuai, KPK kemudian akan menindaklanjutinya dengan kegiatan lainnya seperti melakukan klarifikasi. "Ada (pencarian, red) informasi, klarifikasi, permintaan data-data, dan lainnya," tegas Setyo.
"Jadi masih proses dan kami tidak akan menjawab apakah harus klarifikasi siapa-siapa karena itu merupakan pola kerja. Tapi terhadap siapa-siapanya nanti dari Dumas dan Direktorat Penyelidikan KPK yang akan melakukan penyelidikan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Setyo juga mengapresiasi laporan yang disampaikan oleh masyarakat. Apalagi, laporan ini disampaikan dengan jalur resmi sehingga KPK bisa melakukan tindak lanjut.
"Terkait informasi dan laporan tentang indikasi atau dugaan korupsi di pengadaan PCR, kami ucapkan terima kasih pada masyarakat atau kelompok tertentu yang memberi info dan bahkan melapor secara resmi," ungkapnya.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, pelaporan Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir dilaporkan ke KPK terkait dugaan bisnis PCR ini dilakukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA).
Wakil Ketua Umum PRIMA, Alif Kamal mengatakan, pelaporan ini dilakukan karena dugaan bisnis tes PCR tersebut membuat masyarakat kesulitan di tengah pandemi COVID-19.
Selain menyulitkan masyarakat, dugaan ini juga dilaporkan karena harga tes PCR kerap berubah dan tidak jelas harga dasarnya. Alif menegaskan tak ada keterbukaan terkait pengadaan alat yang digunakan untuk mendeteksi COVID-19 itu.
Ada pun data awal yang diserahkan oleh PRIMA berupa kumpulan pemberitaan terkait dugaan bisnis PCR itu. Dirinya berharap KPK bisa mendalami data tersebut dengan memanggil Luhut dan Erick Thohir.
"Ini saya pikir menjadi data awal bagi KPK untuk bisa mengungkap ini, panggil saja itu Luhut, panggil aja itu Erick agar kemudian KPK klir menjelaskan kepada publik bahwa yang terjadi seperti ini," tegasnya.
Bantahan Pihak Luhut
Sebelumnya Juru Bicara Menkomarves Jodi Mahardi mengatakan bahwa justru selama ini Luhut menyuarakan agar harga tes kesehatan COVID-19 yang mahal tersebut diturunkan.
"Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan. Sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," katanya kepada VOI, Rabu, 3 November.
Jodi mengatakan Luhut memang mendapatkan ajakan dari beberapa kelompok pengusaha untuk membentuk PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Namun Jodi mengatakan hal itu dilakukan bukan untuk bisnis, apalagi cari untung.
Menurut Jodi perusahaan dibentuk untuk membantu penyediaan tes COVID-19. Lebih lanjut, Jodi juga menjelaskan GSI terbentuk di awal pandemi saat penyediaan tes COVID-19 jadi kendala besar di Indonesia.
"Terkait GSI, jadi pada waktu itu Pak Luhut diajak oleh teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar, yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes COVID-19 dengan kapasitas tes yang besar. Karena hal ini dulu menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi ini. Jadi total kalau tidak salah ada sembilan pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini," kata Jodi.