JAKARTA - Komisioner sekaligus Ketua Tim Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan, dua mobil laskar Front pembela Islam (FPI) sebenarnya bisa kabur dari pengintaian polisi sebelum terjadinya insiden penembakan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Namun langkah ini tidak dilakukan. Dua mobil, Toyota Avanza Silver dan Chevrolete Spin memilih menunggu mobil yang milik kepolisian.
"Kedua mobil FPI berhasil membuat jarak dan memiliki kesempatan untuk kabur dan menjauh. Namun, (kedua mobil, red) mengambil tindakan untuk menunggu dan akhirnya mereka bertemu kembali dengan mobil petugas K 9143 EL serta dua mobil lainnya, yaitu B 1278 KJD dan B 1739 PWQ," katanya dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Jumat, 8 Januari.
Selanjutnya, berdasarkan penelusuran Komnas HAM terjadi aksi kejar mengejar, saling serempet dan seruduk, hingga aksi saling tembak antara mobil yang ditumpangi laskar FPI dengan mobil petugas yang terjadi di sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat hingga KM 49 ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
BACA JUGA:
Temuan ini kemudian menjadi perhatian Komnas HAM. Karena menurut mereka jika mobil yang ditumpangi oleh laskar FPI tak menunggu mobil petugas dan langsung kabur.
Hal ini juga diperkuat dengan adanya pendalaman ahli yang dilakukan oleh pakar psikologi forensik. Temuan pakar tersebut, ada kecenderungan persiapan untuk melakukan pertahanan dan melawan dari peristiwa tersebut.
"Kami merasa perlu memanggil pakar psikolog forensik dan dikatakan bahwa ini base line-nya fighting. Kalau tidak menunggu tadi, tidak terjadi peristiwa KM 50 karena ini pembuntutan saja,"
"Pembuntutan itu bisa selesai ya kalau ditinggal saja. Namanya dibuntutin ya ditinggal, enggak perlu ditungguin lalu enggak perlu ada semacam heroisme dan sebagainya," tutup dia.