JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja penting untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup termasuk masalah konflik hutan. Selain itu, undang-undang ini disebutnya tak membuat masyarakat gampang dikriminalisasi, karena lebih mengutamakan restorative justice.
"Ini artinya bukan apa-apa main pidana, masyarakat menjadi gampang dikriminalisasi," kata Siti dalam konferensi persnya bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju yang digelar untuk meluruskan isu UU Omibus Law Cipta Kerja di akun YouTube Kemenko Perekonomian, Rabu, 7 Oktober.
Sementara terkait penanganan konflik, Siti mengatakan undang-undang ini nantinya bisa digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah menahun seperti masalah kriminalisasi masyarakat lokal hingga masalah kebun yang berada di dalam hutan. Sehingga, adanya undang-undang yang diketuk oleh DPR pada Senin, 5 Oktober lalu menjadi penting bagi kementeriannya.
Siti juga menyebut perundangan ini bukan hanya menekankan perizinan usaha untuk perusahaan swasta saja tapi juga untuk wilayah perhutanan sosial yang untuk pertama kalinya baru diatur. Adapun yang dimaksud dengan perhutanan sosial adalah pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat guna meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.
"Jadi untuk pertama kalinya perhutanan sosial masuk di dalam undang-undang ini hal yang sangat positif," ungkapnya.
另请阅读:
Undang-undang ini, sambung dia, membuat masyarakat di sekitar daerah hutan tidak akan langsung dihukum jika melakukan pelanggaran secara tidak sengaja. "Kalau di waktu yang lalu memang kejam banget undang-undangnya. Kalau sekarang dikenakan sanksi administratif bukan sanksi pidana, jadi tidak dikriminalisasi," tegasnya.
"Dan kepada masyarakat tersebut, istilahnya dilakukan kebijakan penataan hutan seperti kawasan hutan sosial, konservasi, reforma agraria, dan lain-lain," tuturnya.
Sebelumnya, DPR RI telah mengetuk UU Omnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober.
DPR saat itu memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama. Maka sekali lagi saya butuh persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?" kata Azis sebelum mengetuk palu persetujuan.
"Setuju," jawab anggota dewan diiringi dengan ketukan palu dari pimpinan rapat.
Adapun pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapat persetujuan dari tujuh fraksi yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan Golkar.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)