JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari disebut sudah menerima duit senilai 500 ribu dolar AS dari yang dijanjikan senilai 1 juta dolar AS oleh Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Fatwa ini agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi di kasus cessie Bank Bali.

Rupanya, duit senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp7,5 miliar baru dipakai Pinangki untuk pengurusan fatwa MA senilai 50 ribu dolar AS yang diberikan kepada Pengacara Anita Kolopaking. Benar saja, duit ini dipakai oleh Anita untuk pengurusan kasus Djoko Tjandra.

"Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H. memberikan sebagian kepada Anita Kolopaking yaitu sebesar 50.000 dolar AS sebagai pembayaran awal jasa tenasehat hukum," kata Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono, Jakarta, Kamis, 17 September.

Kemana sisanya? Duit senilai 450.000 dolar AS masih dikuasai Pinangki. Rupanya duit ini dipakai Pinangki untuk keperluan pribadi. Mulai dari perawatan di luar negeri, sampai membeli mobil mewah BMW X5 yang harganya tidak kurang dari Rp1,5 miliar.

"450.000 dolar AS masih dalam penguasaan Pinangki Sirna Malasari," ujar Hari menjelaskan.

Sebelum membelanjalan uang yang masih dalam bentuk dolar, Pinangki memerintahkan dua sopirnya untuk menukarkan uang. Tapi berapa banyak yang ditukarkan, Hari tidak merinci. Hanya saja, Pinangki membeli mobil mewah duitnya sudah dalam bentuk rupiah.

Mengenai perawatan pribadi yakni melakukan operasi hidung, harus terbang ke New York dan menghabiskan uang ratusan juta. Bagaimana tidak, dokter yang menangani Pinangki cukup tersohor di kota itu. Sehingga dia harus merogoh kocek 10.000 dollar AS sampai 30.000 dollar AS atau setara Rp 146 juta.

Kemudian, duit itu dipakai untuk menyewa apartemen. Kejaksaan Agung sebelumnya mengatakan, uang sewa apartemen, Pinangki mengeluarkan uang Rp 15 juta setiap bulan.

"(Kemudian) pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi serta pembayaran sewa apartemen essence Darmawangsa dan apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai dolar AS," ujar Hari.

Sebelumnya banyak pertanyaan muncul dari mana uang Pinangki berasal. Sebab, berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 150 Tahun 2011 tentang Penetapan Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Pegawai di Lingkungan Kejaksaan, untuk jabatan Pinangki masuk dalam kelas jabatan 8 sehingga besaran tukin yang diterima sebesar Rp 4.595.150 per bulan. Sementara gaji untuk pejabat eselon golongan IV PNS, sebesar Rp Rp 3.044.300 sampai yang tertinggi Rp 5.901.200.

"Sehingga atas perbuatan Pinangki Sirna Malasari, tersebut patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari Tindak Pidana Korupsi," kata dia.

Hari sebelumnya mengatakan, Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan mantan Politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya bersepakat memberikan uang senilai 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA). 

Namun belum diketahui sudah terealisasi-tidaknya pemberian duit ini. Hanya saja, fakta ini terungkap dari siaran resmi Kejaksaan Agung saat melimpahkan surat dakwaan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

"PSM, Andi Irfan Jaya dan Joko Soegiarto Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah 10.000.000 dolar AS kepada Pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung," kata Hari.

Menurut Hari, uang sebanyak itu sedianya digunakan untuk pengurusan fatwa MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus cessie Bank Bali. Sehingga, pada saat dia balik ke Indonesia bukan sebagai buronan.

"(Rencana pemberian uang) guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," kata Hari.

Hari mengungkapkan, kejadian ini bermula pada November 2019, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya melakukan pertemuan dengan Djoko Tjandra. Pertemuan itu di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam pertemuan itu, Joko Soegiharto Tjandra bersedia menyediakan imbalan uang sebesar 1.000.000 dolar As untuk Pinangki terkait pengurusan fatwa.

"(Uang) diserahkan melalui pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya selaku rekan dari Pinangki Sirna Malasari," kata Hari.

Menurut Hary, Djoko Tjandra mau menyediakan uang itu karena Pinangki, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya menyanggupi pengurusan fatwa MA. "Sehingga Joko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," kata dia.

Namun uang yang dikeluarkan Djoko Tjandra baru sebesar 500 ribu dolar AS sebagai uang muka. Setelah dikeluarkan Pinangki tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya mengurus fatwa MA. Hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap oleh Bareskrim Polri..

"Bahwa perbuatan Pinangki Sirna Malasari termasuk perbuatan Tindak Pidana Korupsi yaitu Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung sehubungan dengan Perkara Tindak Pidana Korupsi Terpidana Joko Soegiarto Tjandra dan Permufakatan Jahat untuk melakukan Penyuapan," kata Hari.

Dalam kasus ini, Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsidiair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dan kedua Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan  Pemberantasan Tindak  Pidana Pencucian Uang.

Dan ketiga primair Pasal 15  Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP

Subsidiair Pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)