Dalam Eksepsi Kasus Obstruction of Justice, Arif Rachman Arifin Minta Bebas
JAKARTA - Eks Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri, AKBP Arif Rachman, meminta majelis hakim menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus obstruction of justice. Kemudian, meminta agar dibebaskan.
Permintaan itu disampaikan penasehat hukum Arif Rachman Arifin ketika membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," ujar penasehat hukum Arif Rachman Arifin dalam persidangan, Jumat, 28 Oktober.
Alasan permintaan itu karena dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan sebelumnya dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.
Kemudian, penasehat hukum juga meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan nota keberatan Arif Rachman. Sehingga, persidangan ini terhenti atau tak masuk dalam tahap pemeriksaan.
“Membebaskan Terdakwa Arif Rachman Arifin dari segala Dakwaan Penuntut Umum,” ungkap penasehat hukum.
“Memulihkan terdakwa Arif Rachman Arifin dalam harkat dan martabatnya,” sambungnya.
Pada kesempatan sebelumnya, dakwaan JPU dianggap tak cermat dalam memaparkan usur keterlibatannya. Sebab, semua perbuatan terdakwa dalam kasus obstruction of justice disebut karena adanya ancaman dari Ferdy Sambo.
"Saudara penuntut umum tidak cermat menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam perbuatan terdakwa Arif Rachman, karena tidak menguraikan kesamaan niat atas perbuatan fisik yang diperintahkan oleh saksi Ferdy Sambo," ujar penasehat hukum Arif Rachman Arifin, Junaedi Saibih.
Sedianya, Ferdy Sambo memerintahkan Arif Rachman Arifin untuk memusnahkan salinan rekaman CCTV yang dimiliki Baiquni Wibowo
Sehingga, Arif Rachman Arifin melakukan perintah itu dengan cara mematahkan laptop milik Baiquni.
另请阅读:
Tindakan Arif Rachman Arifin menaati perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri disebut telah sesuai aturan Peraturan Polisi (Perpol) Pasal 11 nomor 7 tahun 2022
"(Perpol) setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan dan menentang atasan," kata Junaedi.