YouTuber Konyol yang Bahkan Tak Paham Apa Itu <i>Prank</i>
Ilustrasi (Arga Granada/VOI)

Bagikan:

Sebagaimana kita bahas dalam "Prank Ojol: Kucuran Uang YouTuber di Balik Sopir yang Merugi", prank yang dilakukan terhadap para ojol adalah kerugian bagi mereka. Keuntungannya, tentu saja untuk YouTuber. Maka, alasan suci di balik prank adalah omong kosong. Lagipula, dalam teori, prank tak pernah ditujukan untuk hal mulia. Teori juga menunjukkan, para YouTuber sejatinya salah besar mengartikan prank. Ini adalah artikel lanjutan dari Tulisan Seri VOI, "Prank! Prang! Prong!"

Maaf. Para pembuat konten prank di negeri ini bukan saja konyol. Menyebut pembuatan konten prank didasari hal mulia atau dalih tak mengambil keuntungan apapun dari konten prank yang mereka buat membuat mereka terlihat naif. Lebih parah lagi karena mereka sejatinya keliru mengartikan prank. Kekeliruan yang bahkan terjadi sejak dalam pikiran.

Kamus Cambridge mendefinisikan prank sebagai trik yang digunakan dengan tujuan menghibur orang. Patut dicatat: menghibur. Dengan kata lain, prank memang hanya hiburan. Ia tak pernah membutuhkan unsur mulia pemenuh nilai moral. Dan jika belum jelas. Kamus Cambridge melanjutkan definisi prank: trik yang bertujuan untuk menghibur orang dan seringnya membuat orang lain terlihat bodoh. Apa membodohi orang terdengar moralis?

Jika ada penafsiran tepat yang dilakukan para YouTuber soal prank, barangkali itu: membodohi orang lain. Moira Marsh, lewat bukunya, Practically Joking (2015) menjelaskan lebih jauh makna prank. Marsh menggariskan kata prank sebagai sinonim practical joke alias humor praktik. Beberapa prank juga dapat dibuat dengan skenario panjang dan pendek.

Menurutnya, prank dapat dilakukan oleh pihak dengan identitas terbuka atau mereka yang anonim dan dilakukan secara pribadi ataupun dalam ruang publik. Marsh nampaknya juga menyadari soal banyaknya orang yang menyalahartikan definisi prank. Dalam buku ini, Marsh menjelaskan banyaknya praktik prank sebagai faktor yang menyebabkan kata itu kabur dari makna sebenarnya.

Kekeliruan yang paling banyak terjadi hari ini, menurut Marsh adalah bagaimana orang memaknai prank hanya sebagai kebohongan. Seolah kebohongan adalah ciri tunggal dari prank. Padahal, kebohongan bukan unsur penting dalam prank. Ya, meski unsur itu ada. Namun, yang paling utama dari prank adalah bagaimana sebuah manipulasi mampu memunculkan kepercayaan --yang jelas palsu-- di dalam diri orang lain terhadap sesuatu yang sedang terjadi.

"Upaya yang disengaja dari satu orang atau lebih untuk membuat aktivitas yang menggiring orang untuk menciptakan kepercayaan palsu tentang apa yang sedang terjadi," tulis Harsh.

Kami menghimpun beberapa manipulasi yang tergolong sebagai prank. Tentang prank pohon spageti yang dibuat BBC dalam siarannya, misalnya. Dalam siaran itu, BBC menayangkan sebuah gambar yang memperlihatkan seorang pria memanen spageti dari sebuah pohon. Prank itu dilempar BBC untuk merayakan April Mop.

Selain itu, ada juga prank dalam siaran di televisi hitam putih di Swedia. Televisi tersebut membuat prank, bagaimana ketika layar televisi hitam putih itu ditutup kain nilon selama beberapa waktu, maka layar itu akan menjadi penuh warna. Masih banyak prank lain yang dieksekusi lewat definisi serta tujuan tepat: untuk mengubah kepercayaan seseorang terhadap suatu realitas yang ada. Video teaser kami, salah satunya, barangkali?

Menggugat tujuan

Seperti yang telah dijelaskan di atas. Prank tak pernah membutuhkan embel-embel moral di dalamnya. Pun seandainya unsur moralis memang ada di dalam prank, kami tak menemukan tujuan mulia yang tercapai dalam konten-konten prank YouTuber dalam negeri hari ini.

Coba kita bahas tujuan mereka. Tujuan yang kami maksud bermakna ganda. Tujuan dalam arti alasan kenapa para YouTuber membuat prank dan kepada siapa prank-prank itu mereka tujukan. Dengan dua arti di atas, tak ada satu pun yang bisa menegaskan kemuliaan yang mereka bawa dalam konten prank-nya.

Tujuan dalam arti alasan para YouTuber membuat prank, misalnya. Peneliti media dari Remotivi, Roy Thaniago, mengatakan uang berbicara banyak dalam pembuatan konten-konten prank. Hal ini ditegaskan dengan perilaku saling tiru yang dilakukan banyak pembuat konten prank YouTube di Indonesia.

Cuplik video prank yang dibuat Edho Zell (YouTube)

"Rewarding diukur dari ketertontonanya. Jadi, orang akan bikin yang paling heboh, paling menyedot perhatian. Dia akan melakukan apa saja untuk bikin konten yang mendatangkan viewer banyak," kata Roy.

Tujuan dalam arti sasaran prank pun begitu. Kami gagal menemukan tujuan mulia di baliknya. Roy bahkan menyoroti adanya unsur intimidasi terhadap masyarakat kelas bawah. Dalam prank ojol, misalnya. Roy menggugat kenapa para YouTuber menjadikan para ojol --yang notabene tak memiliki power besar-- sebagai sasaran prank mereka.

"Mereka (YouTuber) enggak bisa menjustifikasi cara prank ini merupakan tujuan baik ... Asumsi saya, secara sosial kita menganggap ada kelas kelas ekonomi tertentu yang bisa kita jadikan konten dengan model kayak begitu," kata Roy kepada VOI, Selasa, 10 Desember.

"Kalau dia mau lebih kritis dengan social experiment, (seharusnya) kepada kelompok yang lebih powerful. Coba keadaan kelurahan, bagaimana mereka melayani warga. Atau kepolisian, (bagaimana) melayani laporan. Hasil itu bisa lebih kritis untuk menggugat pelayanan publik dan sebagainya," tambahnya.

Ikuti Seri Tulisan edisi ini: Prank! Prang! Prong!