<i>Prank</i> Ojol: Kucuran Uang YouTuber di Balik Sopir yang Merugi
Ilustrasi (Ilham Amin/VOI)

Bagikan:

Kita telah membahas fenomena prank yang banyak muncul di YouTube kita dalam beberapa waktu belakangan lewat "Serangan Wabah Menyebalkan Bernama Prank di YouTube Kita". Bagian dari Seri Tulisan VOI "Prank! Prank! Pronk!", kali ini kita dalami prank ojol yang nyatanya memang hanya menguntungkan para pembuat konten. Ruginya? Jelas untuk ojol.

Kegilaan para pembuat konten prank ojol belum berakhir. Saat menyusun materi untuk artikel ini, kami mendapat pesan berantai berisi video yang diunggah seorang pengguna Facebook bernama Hamiem Alambara. Video itu ia kirim kepada akun INFO KRIMINAL & LALU LINTAS (Nusantara). Dalam video tersebut, terlihat seorang sopir ojek online (ojol) menempeleng seorang pemuda yang disebut sebagai YouTuber. Sang sopir murka jadi korban prank. Waktunya terbuang. Dan pembatalan pesanan yang dilakukan si YouTuber membuat performa akun ngojeknya menurun.

Dalam kehidupan para sopir ojol, prank jelas merugikan. Pesanan yang dibatalkan akan menurunkan performa kerja mereka. Kami menemui sejumlah sopir ojol untuk memperjelas kondisi ini. Sopir Grab bernama Haris menjelaskan, di dunia nyata, metode yang dilakukan para YouTuber dalam konten prank mereka teridentifikasi sebagai pesanan fiktif. Jangan bicara uang. Mereka jelas merugi soal itu. Tapi, barangkali para YouTuber perlu tahu bahwa pesanan fiktif juga bisa menyebabkan penilaian terhadap performa kerja mereka merosot.

Kesialan itu pernah dialami Haris tahun lalu. Pria 25 tahun itu mendapat pesanan fiktif sejumlah menu makanan resstoran D'Cost. Nominalnya lumayan. Ia bahkan ingat betul angkanya. "Rp998 ribu," ucap Haris kepada VOI, Selasa, 10 Desember. Haris kemudian melapor kepada kantor pusat Grab. Sial baginya, sebab Grab malah meminta Haris mengikhlaskan. "Saya sudah bertanya apakah Grab mau ganti rugi. Ya, mereka malah mengalihkan saran untuk disumbangkan. Jadi, Grab tidak memberikan sepeser pun ganti rugi," tambahnya.

Untuk menegaskan kondisi ini, kami mencari sejumlah aturan terkait pesanan fiktif yang diterapkan dua perusahaan penyedia jasa ojol terbesar di Indonesia, Grab dan Gojek. Dikutip dari laman resmi keduanya, Grab dan Gojek menetapkan kebijakan yang mirip soal proses ganti rugi pesanan fiktif. Hasilnya, para sopir ojol lagi-lagi harus mengorbankan waktu mereka untuk menembus proses ganti rugi.

Secara garis besar, para sopir harus mengisi sejumlah formulir dan melengkapi sejumlah berkas, seperti foto struk dan makanan yang dibeli. Selanjutnya, sopir harus menunggu konfirmasi yang akan dikirim melalui surel masing-masing sopir. Setelahnya, sopir harus kembali menunggu uang dicairkan. Informasi dalam laman dua perusahaan juga mengonfirmasi kebijakan mengalihkan uang untuk keperluan amal sebagai pilihan bagi sopir ojol yang merugi.

Memang, dalam beberapa konten, para YouTuber tak benar-benar membatalkan pesanan. Beberapa juga memberi imbalan untuk sopir ojol yang dikerjai. Namun, seperti yang dikatakan sopir ojol dalam video viral yang kami singgung di atas. Ada waktu yang terkorbankan dari setiap kekonyolan para YouTuber. Masalahnya, dalam kehidupan sopir ojol, ungkapan waktu adalah uang betul nyata. Setiap waktu yang terbuang adalah potensi pesanan. Dan setiap pesanan yang mereka capai adalah poin bagi performa mereka. Poin yang menentukan seberapa besar uang tambahan yang bisa mereka dapat.

Denny, sopir ojol lain yang kami temui mengamini. Menurutnya, imbalan yang diberikan para YouTuber kepada sopir ojol korban prank tak membantu apa-apa. "Kasihan juga, sih (korban prank). Apalagi kalau kita lagi ngejar poin untuk dapat bonus. Dapat prank kayak begitu kan pasti buang waktu lama. Apalagi kalau kita cancel order seenaknya, (itu) juga membuat performa kita turun. Akhirnya, kita tidak mendapat poin sebagai bonus," tutur Denny.

Keuntungan YouTuber

Rugi di ojol, untung di YouTuber. Kondisi ini makin terasa nyata jika kamu mendalami pendapatan para YouTuber dari konten-konten yang mereka unggah ke YouTube. Peneliti Media dari Remotivi, Roy Thaniago melihat klarifikasi para YouTuber yang menyebut pembuatan konten prank ojol didasari pada niat baik sebagai omong kosong. Menurut Roy, uang berbicara besar dalam tren menyebalkan ini.

Beberapa YouTuber boleh saja membantah ambil untung dari konten prank ojol mereka. Eggy Jr Vames, misalnya. Ia mengaku tak mengaktifkan fitur penyedot iklan alias adsense di dalam video prank ojol yang diunggah. Betul, memang. Kami mengecek dan tak ada iklan di dalamnya.

Namun, jelas naif jika menyebut tak ada keuntungan apapun yang diambil dari unggahan video prank ojol yang ia unggah. Menengok data situs socialblade.com, kanal YouTube Eggy Jr Vames terklasifikasi sebagai kanal dengan kelas B+. Dengan total subscriber mencapai 140 ribuan, Eggy menempati posisi 12.869 dalam peringkat Social Blade.

Cuplik konten prank yang dibuat kanal YouTube Eggy Jr Vames (YouTube)

Data Social Blade juga menunjukkan pendapatan kanal YouTube Eggy Jr Vames yang lumayan. Dalam satu bulan, estimasi pendapatan kanalnya berkisar di angka 2.400 dolar AS hingga 39.100 dolar AS yang dalam kurs hari ini setara dengan Rp33.638.760 sampai Rp548.031.465. Pahit-pahitnya, kalau pun tak menghasilkan secara langsung, kontroversi prank ojol yang dibuat Eggy Jr Vames jelas memberi dampak eskposur terhadap konten videonya yang lain.

Dengan segala catatan ini, kita perlu tahu bagaimana setiap video yang diunggah memengaruhi pendapatan para YouTuber. Jadi, ada dua indikator yang dapat digunakan untuk melihat seberapa besar pendapatan sebuah kanal YouTube: CPM (Cost Per Mile) dan CPC (Cost Per Click). Dua indikator itu baru bekerja dengan dua syarat.

Pertama, adalah pertumbuhan jumlah subscriber minimal seribu dalam waktu satu tahun. Syarat kedua, konten video kanal tersebut harus ditonton minimal selama empat ribu jam oleh semua viewers dalam kurun waktu yang sama. CPM adalah uang yang didapatkan sebuah kanal dari setiap seribu penayangan iklan di seluruh video.

Merujuk data situs moneysmart.id, Mei 2019, nilai CPM di Indonesia saat ini adalah Rp7 ribu per seribu tayangan iklan. Sementara, CPC adalah nominal yang didapat sebuah kanal dari setiap klik iklan yang tayang di dalam konten video. Nominal CPC berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp12 ribu.

Perilaku saling tiru yang dilakukan banyak pembuat konten YouTube di Indonesia menegaskan kondisi itu. Bagaimana putaran uang terjadi dalam jumlah besar di balik fenomena ini. Roy menjelaskan, rewarding system yang diterapkan YouTube mendorong tren ini meluas.

"Rewarding diukur dari ketertontonanya. Jadi, orang akan bikin yang paling heboh, paling menyedot perhatian. Dia akan melakukan apa saja untuk bikin konten yang mendatangkan viewer banyak," kata Roy.

Ikuti Seri Tulisan edisi ini: Prank! Prang! Prong