Rahasia mengapa konten TikTok lebih cepat viral telah kita bahas pada artikel "Alasan Konten TikTok Lebih Cepat Viral". Untuk bisa mencapai hal itu, TikTok perlu menempuh perjalanan panjang. Masih di Tulisan Seri khas VOI "Taktik Naik Panggung TikTok" tentang transformasi TikTok yang sempat dianggap alay sampai diakui menjadi platform orang-orang kreatif saat ini.
Hanya perlu beberapa tahun saja bagi TikTok untuk menjadi bagian penting dari budaya internet dunia. Sebelum melampaui dua miliar unduhan seperti saat ini, jatuh bangun telah TikTok lalui. Termasuk soal transformasi rebranding yang dulu sempat dianggap alay.
Dalang dari TikTok adalah Zhang Yiming, pria asal China. Perusahaannya, ByteDance, telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Zhang memulai perusahaannya pada 2012 dengan peluncuran layanan berita daring yang sangat mengandalkan kecerdasan buatan (AI). Beberapa tahun kemudian, dia membuat TikTok dan Douyin (TikTok versi China).
Namun jauh sebelum ada TikTok, ada Musical.ly yang populer. Musical.ly saat itu banyak digunakan remaja untuk ber-lipsync dengan lagu-lagu pilihan. Musical.ly lalu diakuisisi oleh ByteDance pada November 2017.
Mereka menyerap banyak hal dari Musical.ly ke dalam aplikasi TikTok. Pengguna Musical.ly yang ada dimigrasi ke akun TikTok baru mereka, yang telah diperbarui dengan antarmuka baru tetapi masih mempertahankan fitur inti dari kedua aplikasi: video berdurasi pendek.
Aplikasi Musical.ly, yang digemari remaja dan mencapai seratus juta pengguna aktif bulanan saat itu adalah bagian dari strategi ByteDance yang lebih besar untuk masuk ke pasar AS. Pada kuartal pertama 2018, TikTok adalah aplikasi iOS yang paling banyak diunduh di dunia, menurut laporan dari perusahaan riset AS Sensor Tower.
Video TikTok yang sangat viral dalam waktu lama adalah pada awal 2019. Video itu bertemakan 'glow up transformation', yang memerlihatkan pengguna yang saat ini dianggap lebih cantik atau lebih tampan dibandingkan dirinya terdahulu. Ada juga video komedi dengan Peppa Pig, yang akhirnya dilarang oleh pihak TikTok karena dianggap sebagai ikon "gangster subversif."
Semua ini membuat TikTok sangat menyenangkan untuk digunakan dan membantu menjelaskan mengapa TikTok begitu cepat populer. Pada September 2018, kepopuleran TikTok melampaui Facebook, Instagram, YouTube, dan Snapchat dalam pemasangan bulanan di App Store.
Selain itu, TikTok diketahui diunduh lebih dari satu miliar kali pada 2018. Jumlah tersebut memang lebih kecil dari Facebook (2,27 miliar pengguna aktif bulanan global, termasuk Instagram dan WhatsApp, yang dimilikinya), tetapi jauh di depan Twitter (336 juta) dan Snapchat (186 juta). Pada Februari 2019, 27 juta dari pengguna aktif TikTok berada di AS.
Berdasarkan riset Sensor Tower kuartal kedua 2020, TikTok diunduh lebih dari 300 juta pengguna pada kuartal pertama dan kedua pada 2020. TikTok juga menjadi aplikasi non-gaming yang paling populer selama Juni 2020. TikTok menjadi aplikasi paling banyak diunduh meski telah dilarang di berbagai negara seperti India dan sempat dibenci oleh mantan presiden AS Donald Trump.
TikTok bahkan mengalahkan aplikasi video conference, Zoom, yang mana marak digunakan selama masa pandemi COVID-19. Laporan dari Sensor Tower mencatat TikTok diunduh sebanyak 87 juta kali pada Juni 2020. Meningkat 52,7 persen year on year dibanding Juni 2019.
TikTok di Indonesia
Kepopuleran TikTok juga sampai di Indonesia. Sekitar 2018, banyak pengguna media sosial di Indonesia mulai menggunakannya. Namun belum seperti saat ini, saat itu TikTok dianggap alay. Hal tersebut dikarenakan imej TikTok yang hanya berisikan orang-orang berjoget "enggak jelas" bahkan sempat dianggap negatif karena terdapat pengguna yang berjoget menggunakan pakaian minim dan dianggap sebagai ajang pamer tubuh saja.
Di tengah imej alay itu, ada satu pengguna yang memiliki banyak pengikut. Dia adalah Bowo Alpenliebe atau yang memiliki nama asli Prabowo Mondardo.
Mengingat waktu itu TikTok masih dianggap negatif, saat itu Bowo memiliki followers 800 ribu lebih. Kontennya berisikan dirinya menari dengan berbagai musik. Namun nama Bowo semakin mencuat setelah menggelar 'meet and greet.'
Saat itu Bowo masih berusia 13 tahun. Diketahui bahwa 'meet and greet' itu juga memiliki biaya masuk yaitu sebsar Rp80 ribu. Warganet Indonesia tidak tinggal diam, mereka melemparkan komentar miring tentang acara tersebut. Warganet Indonesia menggangap bahwa Bowo tidak layak melakukan acara jumpa penggemar, apalagi berbayar. Selain itu, hal lain yang paling disayangkan adalah sikap para penggemar Bowo yang tidak masuk akal karena berlebihan memuja Bowo.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) lalu buka suara dan menyayangkan kelakuan warganet yang mencela Bowo di media sosial. “Sangat tidak layak orang yang sudah dewasa memaki-maki Bowo dengan bahasa yang tidak pantas,” kata Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI pada Juli 2018, dikutip Tirto.
Cacian untuk Bowo dan TikTok meredup setelah media sosial itu sempat diblokir di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengganggap bahwa TikTok memiliki konten negatif, khususnya untuk anak-anak. Meski demikian TikTok kembali bisa digunakan di Indonesia setelah melakukan negosiasi. Bahkan kini, TikTok lebih populer dan digunakan banyak orang.
Popularitas TikTok
TikTok memang terlihat aneh di awal, namun keanehan itu justru yang membuatnya semakin berbeda dan semakin terkenal. Ketika orang-orang bosan dengan media sosial berbasis tulisan seperti Twitter atau Facebook, serta sudah lelah dengan Instagram yang berisikan foto yang terkesan pamer, TikTok hadir untuk memberikan tawa.
Contohnya bisa dilihat dari akun TikTok Siska Kohl. Siska Kohl kerap membagikan dirinya yang mencoba berbagai hal baru yang mahal dan khas dengan kata-kata "mari kita coba." Di Twitter atau Instagram, beberapa netizen melihat dirinya adalah perempuan manja kaya raya yang hanya pamer harta orang tua. Namun bagi pengguna TikTok, konten Siska Kohl justru hanya lucu-lucuan semata. Bahkan dibuat parodi oleh pengguna TikTok lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa hanya ada unsur 'fun' yang ditemukan di TikTok.
Selain itu, CNN mewartakan bahwa ByteDance memiliki strategi dengan menggunakan AI untuk pembelajaran mesin dan algoritma untuk mencari tahu apa yang disukai orang, yang mana itu berpengaruh atas kepopuleran TikTok. Hal tersebut menyebabkan TikTok dapat memberi pengguna lebih banyak dari apa yang ingin mereka lihat.
Meski demikian, TikTok juga mengalami penolakan dengan dijatuhi pemblokiran. Pada 2020, Pemerintah India melarang TikTok dan aplikasi lainnya buatan China yang dikatakan berbahaya bagi negara tersebut. Aplikasi tersebut dianggap merugikan kedaulatan dan integritas India, pertahanan India, keamanan negara dan ketertiban umum. Pelarangan ini mengikuti ketegangan yang meningkat di sepanjang perbatasan yang disengketakan antara kedua negara saat itu.
Selain India, AS juga sempat memiliki wacana penggunaan TikTok di negara adidaya tersebut. Hal tersebut dikarenakan pemerintah Donald Trump melihat bahwa TikTok adalah milik perusahaan China, yang mana data penggunanya bisa diafiliasikan ke pemerintah China. Saat itu AS-China juga tengah bersitegang terkait perang dagang dan penanganan COVID-19.
Artikel selanjutnya: Menghasilkan Uang dari TikTok