Bagikan:

JAKARTA – Tahun 2019 silam, Presiden Joko Widodo membuat rakyat Indonesia tercengang usai mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) di daerah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Menurut presiden, rencana pemindahan Ibu Kota Negara sudah digagas sejak lama, bahkan sejak era Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno. Sebab, sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri Ibu Kota Negara.

Presiden beralasan, pemindahan ibu kota sudah mendesak karena beban DKI Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa, dan juga airport serta pelabuhan laut yang terbesar di Indonesia.

Selain itu, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa, dan Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan.

“Beban ini akan semakin berat bila ibu kota pemerintahan pindahnya tetap di Pulau Jawa,” ujar Jokowi saat konferensi pers mengenai lokasi pemindahan ibu kota, di Istana Negara, Jakarta, Senin 26 Agustus 2019 silam.

Karena itu, setelah melakukan kajian-kajian mendalam, yang diintensifkan studinya dalam tiga tahun terakhir, pemerintah memutuskan lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Tiga tahun berselang, tepatnya tanggal 18 Januari 2022, Ibu Kota Negara Indonesia resmi akan berpindah dari DKI Jakarta ke Nusantara, Kalimantan Timur. Hal ini ditandai dengan disetujuinya Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI.

Kontroversi pun mulai menyeruak seiring keputusan pemindahan ibu kota ke IKN Nusantara. Mulai dari estimasi anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp466 triliun, waktu pembangunan selama 15-20 tahun, belum lagi jika menyinggung potensi kerusakan lingkungan.

Pemerintah sendiri menjelaskan, sumber pendanaan IKN Nusantara rencananya berasal dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sebesar 54,6 persen (Rp254,4 triliun), kemudian dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sebesar 19,2 persen (Rp89,5 triliun), dan dari pihak swasta sebesar 26,2 persen (Rp122,1 triliun).

Ada 5 Negara Siap Mendanai IKN

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim telah ada sekitar lima negara yang siap mendanai IKN Nusantara. Salah satunya adalah investor dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab yang diklaim siap mengucurkan investasi senilai 20 miliar dolar US (Rp287,6 triliun) untuk IKN.

Pemerintah Indonesia terus berusaha merayu pihak swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan IKN Nusantara dengan menyiapkan berbagai insentif termasuk keringanan pajak. Hal ini yang membuat pemerintah langsung memulai pembangunan IKN tahap pertama dengan menggunakan dana dari APBN, dan akan berlangsung hingga 2024.

Kepala Badan Otorita IKN, Bambang Susantono, beralasan bahwa pembangunan tahap pertama menggunakan APBN adalah cara untuk membangun kepercayaan investor. “Bahwa memang pemerintah Indonesia sangat serius untuk membangun IKN Nusantara ini kedepannya. Nah, ke depan setelah mereka melihat apa yang akan kita bangun hingga 2024, harapan kita adalah nanti pola pola seperti PPP (public private partnership), kemudian partisipasi rakyat melalui creative financing, blended finance bisa berjalan,” imbuhnya.

Sorotan kepada IKN Nusantara belum berhenti meski pembangunan sudah dimulai. Salah satunya adalah ketika Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa pemerintah menggunakan tenaga kerja asing sebagai mandor atau pengawas untuk pembangunan Istana Presiden di IKN Nusantara.

Luhut beralasan, penggunaan mandor asing berkaitan dengan kualitas pekerjaan serta bangunan. Sebab, dia tidak ingin melihat Istana Presiden di IKN Nusantara dikerjakan serampangan dan tidak menarik. Luhut juga menegaskan, pemilihan mandor asing itu dilakukan setelah mendapat tugas sebagai Ketua Tim Satuan Tugas Percepatan Investasi IKN oleh Presiden Jokowi.

“Kualitas pekerjaan itu menjadi kunci. Oleh karena itu, saya sudah lapor Pak Presiden, pengawas itu kita dengan terpaksa, dengan segala hormat, kita pakai bule-bule untuk menjaga kualitas. Supaya jangan nanti Istana Presiden itu jadi, tapi kualitasnya tidak bagus,” tuturnya saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jumat 9 Juni 2023 silam.

Luhut menekankan adanya pengawasan infrastruktur itu karena target pemerintah di tahun 2024 adalah melaksanakan upacara bendera pada 17 Agustus mendatang di sana. Dia juga mengaku telah melakukan identifikasi untuk penawaran ke investor yakni terhadap skema insentif, model bisnis, rencana pengembangan, dan status tanah di IKN.

“Saya sudah berkali-kali mengunjungi IKN dan menawarkan proyek investasi kepada sejumlah negara asing termasuk Singapura yang sangat antusias. Salah satu pengembang asal China juga meminta agar dapat segera masuk,” tukasnya.

Sebenarnya, kepercayaan pemerintah kepada TKA bukan hal baru. Tahun 2020 hingga 2021 lalu, pemerintah pernah mendapat kritik karena muncul rumor ribuan TKA China berbondong-bondong datang ke Indonesia, salah satunya di Morowali.

Tapi, Luhut dengan tegas menyatakan bahwa kurang tepat jika warga Indonesia hanya menyalahkan masuknya TKA ke Indonesia. Sebab, masuknya TKA ke sektor-sektor industri strategis adalah demi adanya transfer teknologi.

“Kita nggak boleh marah-marah karena nggak dapat tempat, karena bagaimana juga teknologinya kita harus belajar juga. Jadi ada alih teknologi,” tandasnya, 22 Juni 2021 lalu.

Luhut menambahkan, Indonesia memiliki empat aturan yang tegas dalam menerima investor asing melakukan investasinya di Indonesia. Salah satunya mengatakan jika investor diharapkan dapat mendidik tenaga kerja lokal sehingga mereka dapat memegang peranan kunci di masa depan.