Bagikan:

JAKARTA – Di tengah booming-nya mata uang kripto, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengeluarkan pernyataan haram terkait kripto. Keputusan tersebut dikeluarkan melalui bahtsul masail yang diselenggarakan pada Minggu 24 Oktober pekan lalu.

“Para peserta bahtsul masail memiliki pandangan bahwa meskipun kripto telah diakui pemerintah sebagai bahan komoditi, tetapi tidak bisa dilegalkan secara syariat,” ungkap Kiai Azizi Chasbullah selaku mushahih sebagaimana dikutip dari laman resmi Jatim NU.

Azizi berpendapat bahwa status mata uang kripto tidak dapat disebut sebagai komoditas dan tidak diperbolehkan. Cryptocurrency dinyatakan haram karena dianggap bisa menimbulkan sejumlah kemungkinan yang dapat menghapus legalitas transaksi.

“Atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah akan adanya penipuan di dalamnya, maka dihukumi haram,” ujar Kiai Azizi.

Dalam musyawarah, peserta menilai mata uang kripto tidak punya manfaat secara syariat sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih. Menurut Wakil Ketua PWNU KH Ahmad Fahrur Rozi menyatakan bahwa fatwa tersebut sudah sesuai dengan hasil kesepakatan di Bahtsul Masail.

“Berdasarkan hasil bahtsul masail, cryptocurrency hukumnya haram,” kata KH Fahrur Rozi atau yang akrab disapa Gus Fahrur.

Gus Fahrur menjelaskan alasan dikeluarkannya fatwa haram terhadap mata uang kripto. Dia menilai mata uang kripto tidak dapat dijadikan sebagai instrumen investasi sebab terdapat unsur spekulasi yang dapat merugikan orang lain.

“Karena lebih banyak unsur spekulasinya. Jadi itu tidak bisa menjadi instrumen investasi,” katanya.

Gus Fahrur juga memaparkan soal hukum jual-beli yang harus ada kerelaan. Ia menambahkan yang terjadi dalam mata uang kripto justru seperti judi. Alasannya karena banyak orang yang berspekulasi dan tidak mengetahui penyebabnya apa.

“Jual beli itu harus ada kerelaan dan tidak ada penipuan. Tapi dalam uang kripto itu orang lebih banyak tidak tahu apa-apa, orang itu terjebak, ketika tiba-tiba naik karena apa, turun karena apa. Sehingga murni spekulasi, mirip seperti orang berjudi,” ujarnya.

Menurutnya lagi hal tersebut tidak berlaku dengan saham. Ia menyatakan bahwa uang kripto dan saham itu berbeda. Pasalnya saham punya hak kepemilikan di sebuah perusahaan yang ada.

“Berbeda dengan saham, kalau saham itu kan hak kepemilikan di sebuah perusahaan, dan itu kan melekat, selama perusahaan masih ada,” tambah Gus Fahrur yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren An Nur Bululawang, Kabupaten Malang.