Bagikan:

JAKARTA - Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah belum lama ini mengeluarkan fatwa haram bagi uang kripto seperti Bitcoin atau Ethreum sebagai alat tukar atau investasi. Fatwa haram bukan pertama kali dikeluarkan untuk aset kripto, sebelumnya MUI dan PWNU Jawa Timur telah menerbitkan fatwa haram untuk aset kripto. Menanggapi isu tersebut, COO Tokocrypto, Teguh Harmanda, mengatakan bahwa pihaknya menghargai apapun fatwa yang ada.

Namun, dirinya tidak akan berhenti mengedukasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kripto (cryptocurrency) tak terkecuali organisasi keagamaan. Teguh juga menekankan, pihaknya akan menghargai pendapat dari cendekiawan muslim.

"Tapi fatwa bukan akhir dari semuanya, itu hanya rekomendasi tapi kami tetap menghargai. Itu bagian dari pendapat cendekiawan muslim," ujarnya, dalam acara penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) di T-Hub Batubelig, Bali, Kamis (20/1) kemarin. "Kita tidak akan berhenti mengedukasi tentang kripto, baik ke public maupun agamawan," lanjutnya.

Chairman Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Askrapindo) itu juga menjalaskan, jika pendekatan kripto di Indonesia itu pendekatan sebagai komoditas, jadi aturan sebagai komoditas ini selalu dikenalkan.

"Regulator menganggap fatwa tertentu akan mengikuti aturan tertentu, di Indonesia ada payung hukum resminya, rekomendasi dari alim ulama tidak akan jauh. Kita punya aturan hukum, adanya fatwa dan rekomendasi ini pendukung dari aturan tersebut," jelasnya.

Teguh menyatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan pemerintah, Aspakrindo, sampai Badan pengawas perdagangan berjangka komoditi (BAPPEPTI) agar regulator terus memberi masukkan soal kripto kepada organisasi muslim tersebut.

“Kita sebetulnya kaget karena fatwa ini berulang lagi. Tidak berbedalah pola komunikasi kita. Apa yang dibutuhkan alim ulama itu butuh penerapannya apa, kripto ini transaksi jual beli, ini kita anggap angle berbeda, ada teknologi yang bisa digunakan lebih luas lagi. ini yang harus kita kasih informasi," imbuhnya.

Alasan Fatwa Haram Kripto

Majelis Tarjih menganggap mata uang kripto haram karena dua alasan. Mereka menilai uang kripto memiliki banyak kekurangan jika dilihat dari syariat Islam. Lebih lanjut, uang kripto memiliki sifat spekulatif yang sangat kentara.

Sebagaimana diketahui, Bitcoin dan aset kripto lainnya bersifat sangat fluktuatif dengan kenaikan serta penurunan tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif, penggunaan Bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan). Pihak mereka menjelaskan, Bitcoin hanyalah angka yang tidak memiliki underlying-asset (aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain).

Selain hal itu, sebagai alat tukar mata uang, kripto mirip dengan sistem barter. Selama kedua pihak ridha dan ikhlas, serta tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku hal itu masih diperbolehkan. Namun, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah atau mencegah keburukan, maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.

Majelis Tarjih beranggapan standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar harus memenuhi dua syarat, yakni diterima oleh masyarakat serta disahkan oleh negara, yang dalam hal ini dapat diwakili otoritas resmi layaknya bank sentral.