JAKARTA – Bank Rakyat Indonesia (BRI) sangat serius melakukan transformasi digital. Menurut Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo, ini dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan kinerja di masa depan yang memberikan dampak besar terhadap sharing economy di tengah masyarakat.
“Di era digital itu bukan mencari perfect product karena sering kali kalau orang IT itu senang dengan produk-produk yang canggih. Tapi lupa sebetulnya yang harus kita jembatani adalah bagaimana itu nanti menjawab problem dari customer dan ini yang lebih penting,” kata Indra dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu, 26 September yang dikutip oleh Antara.
Dalam transformasi digital yang dilakukan BRI, menurut Indra, pihaknya ingin menghasilkan sesuatu yang sangat customer driven, customer centric, yang akhirnya bisa disebut sebagai great product dan nantinya akan disukai dan dipakai oleh nasabah.
Ia mengatakan BRI menerapkan prinsip teknologi saat ini fokus kepada kegunaan serta manfaat. Oleh karena itu, kata dia, transformasi digital perseroan masuk kepada disiplin yang disebut product management.
“Product management itu fokusnya bagaimana IT itu berpikir, bagaimana suatu produk itu dikonsumsi, bukan diproduksi. Jadi kita jangan sibuk membuatnya, tapi sibuk bagaimana nanti dia dipakainya,” ungkap Indra.
Dia mencontohkan produk game online yang membuat konsumen senang memainkannya, hingga menimbulkan keterikatan, pemakaian berulang, bahkan ketagihan. Hal itu tak terlepas dari kemudahan yang diberikan produk tersebut dan membantu konsumennya.
BACA JUGA:
“Nah ini adalah satu produk yang nantinya enduring, sustain dipakai terus karena semakin sering dipakai berarti produk itu hidup kalau enggak dia produk yang mati dan tentu itu tidak kita harapkan,” tuturnya.
Adapun dalam produk BRI secara langsung, perseroan mengklaim digitalisasi mengoptimalkan layanan perseroan kepada masyarakat. Sebagai contoh, digitalisasi memaksimalkan kinerja agen BRILink yang saat ini berjumlah 447.385 agen. Pada 2015 Agen BRILink hanya sebanyak 50.000 dengan volume transaksi hanya Rp35 triliun. Nominal transaksi meningkat drastis menjadi Rp673 triliun pada 2019. Bahkan pada 2020 mencapai Rp800 triliun.
“Selain mengoptimalkan layanan, transformasi digital mewujudkan sharing economy. Jika BRI saja mendapat fee Rp1 triliun maka setidaknya fee yang dinikmati masyarakat diperkirakan mencapai tiga kali lipatnya,” kata Indra.