JAKARTA - Selain perubahan iklim ternyata polusi udara juga berdampak signifikan pada penyakit mental manusia. Para peneliti di London, Inggris menemukan hal itu juga bisa menyebabkan penurunan kecerdasan dan daya ingat, yang disebut demensia.
Penemuan itu diterbitkan dalam British Journal of Psychiatry seperti dikutip dari The Guardian, Selasa, 31 Agustus. Para peneliti memulainya dengan melacak pasien di London Selatan berdasarkan laporan pertama dengan layanan kesehatan mental pada 13.000 orang. Mereka menggunakan perkiraan resolusi tinggi polusi udara di rumah pasien tersebut.
Dengan banyaknya orang masuk ke rumah sakit, atau melakukan kunjungan ke dokter akibat sakit mental, para peneliti memanfaatkan kejadian ini dan menyatakan itu terjadi sebagian besar di kota pada negara maju.
Rata-rata pada triwulan tingkat NO2 di wilayah studi London bervariasi antara 18 dan 96 microgram per meter kubik (µg/m³). Para peneliti menemukan orang yang terpapar dengan tingkat polusi 15µg/m³ memiliki risiko 18 persen lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit, dan 32 persen memerlukan perawatan rawat jalan selama satu tahun karena kesehatan mental.
Lebih lanjut, sel otak yang disebut mikroglia bisa mengalami peradangan sebagai respon terhadap polusi. Jadi semakin tinggi peradangan mikroglia dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental di kemudian hari. Polusi NO2 paling kuat sebagian besar berasal dari kendaraan bermesin diesel.
Ditambahkan Newbury, tidak mudah bagi orang untuk menghindari polusi. Apalagi, mengurangi polusi udara di kota-kota. Tentu saja solusinya sangat membutuhkan tindakan komunal dalam skala luas.
“Polusi udara memperparah kondisi kesehatan mental di kota yang padat kendaraan. Namun sebenarnya, polusi udara dapat dimodifikasi, bahkan dalam skala besar. Mengurangi paparan tingkat populasi besar manfaatnya,” ungkap peneliti di University of Bristol, Joanne Newbury.
Di samping itu, para peneliti menilai data pasien lagi tujuh tahun setelah perawatan pertama dan menemukan hubungan dengan polusi udara masih terlihat jelas. Temuan ini tidak dijelaskan oleh berbagai kemungkinan faktor lain termasuk usia, jenis kelamin, etnis, kekurangan atau kepadatan penduduk, meskipun faktor yang tidak teridentifikasi mungkin masih memainkan peran penting.
BACA JUGA:
“Mengidentifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk keparahan penyakit dan kekambuhan dapat menginformasikan upaya intervensi dini dan mengurangi penderitaan manusia dan biaya ekonomi yang tinggi yang disebabkan oleh penyakit mental kronis jangka panjang,” ujar para peneliti.
Perkembangan kecil dalam polusi udara berpengaruh dengan peningkatan signifikan depresi dan kecemasan. Ironisnya, udara kotor juga bisa menjadi penyebab seseorang bunuh diri karena gangguan mental yang makin parah. Masuk akal secara biologis, karena polutan udara diketahui memiliki sifat peradangan yang kuat ke otak, dan diyakini menjadi faktor dalam gangguan psikotik serta suasana hati.