Langkah Kemenkominfo Atasi Kebocoran Data Nasabah BRI Life, Investigasi Terus Berjalan!
Juru bicara Kemenkominfo Dedy Permadi (Foto: Dok. Kemenkominfo)

Bagikan:

JAKARTA - Terkait kebocoran data nasabah, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memanggil direksi BRI Life untuk segera menyelidiki adanya dugaan kasus tersebut yang terjadi Selasa 27 Juli kemarin.

"Kementerian Kominfo telah menerima informasi terkait dugaan kebocoran data pribadi BRI Life dan telah melakukan langkah-langkah cepat sesuai aturan perundangan yang berlaku," ungkap juru bicara Kemenkominfo Dedy Permadi dalam keterangan resminya, Rabu 28 Juli.

Dedy menuturkan Kemenkominfo telah melakukan sejumlah langkah dan investigasi mendalam apakah data tersebut benar terbukti milik nasabah BRI Life.

"Sejak Selasa, 27 Juli 2021 sampai dengan saat ini, Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika melakukan investigasi internal untuk melakukan pendalaman terhadap sampling data pribadi yang diduga bocor," ujar Dedy.

Namun sayang, hingga kini Dedy mengatakan pihaknya belum dapat memastikan hasil yang didapat dari investigasi dugaan kebocoran data itu.

"Sampai saat ini investigasi masih terus berjalan dan hasil belum dapat disimpulkan," jelas Dedy.

Diwartakan sebelumnya, dalam tangkapan layar yang diunggah perusahaan pemantau kejahatan cyber @HRock di Twitter, terlihat banyak domain dan subdomain dari BRI yang datanya diambil.

Saat dicek di raid forums, terdapat akun bernama Reckt sempat mengunggah sampel data yang dia jual, namun beberapa saat kemudian dihapus. Akun tersebut dilaporkan telah menjual database nasabah sebanyak 2 juta lebih nasabah BRI Life Insurance dan scan dokumen lebih dari 463 ribu.

Data tersebut termasuk KTP, KK, NPWP, foto buku rekening bank, akta kelahiran, akta kematian, surat perjanjian, bukti transfer, bukti keuangan, bukti surat kesehatan seperti EKG, diabetes dan lainnya.

“Ada sebanyak 463.519 file dokumen dengan ukuran mencapai 252 GB dan juga ada file database berisi 2 juta nasabah BRI Life berukuran 410MB. Untuk sampel sendiri yang diberikan berukuran 2,5 GB berisi banyak file dokumen. Dua file lengkap tersebut ditawarkan dengan harga 7.000 dollar AS setara Rp101 juta dan dibayarkan dengan bitcoin,” ungkap Pratama dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Rabu 28 Juli.