JAKARTA - Bareskrim Polri sudah memulai langkah-langkah penyelidikan untuk mengusut dugaan kebocoran 2 juta data nasabah BRI Life. Meski, masih pada tahap awal.
"Sedang dilidik Dittipideksus," ujar Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dalam keterangannya, Rabu, 28 Juli.
Dalam persoalan ini, kabar peretasan data nasabah BRI Life pertama kali diungkap oleh Hudson Rock, sebuah perusahaan keamanan siber di Tel Aviv, Israel, Selasa, 27 Juli.
Perusahaan itu menemukan bukti bahwa beberapa komputer milik pegawai BRI dan BRI Life telah diretas dan membuka jalan untuk mengakses data pribadi milik sekitar 2 juta nasabah.
Salah satu pendiri dan bos Hudson Rock, di Twitter pribadinya menunjukkan beberapa video dan foto berisi data-data nasabah BRI Life yang bocor. Di antara data itu ada foto KTP, rekening bank, nomor NPWP, kartu keluarga, foto buku rekening, nomor rekening, dan laporan hasil pemeriksaan laboratorium nasabah.
Selain itu, data 2 juta nasabah BRI Life dijual di forum RaidForums. Penjualan data itu dalam bentuk 460 ribu dokumen.
Data-data itu itupun dijual dengan harga yang cukup mahal yaitu, 7.000 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp101 juta.
Pada kasus ini, Agus menyebut lebih mengarah kepada permasalahan perbankan. Sehingga, pengumpulan informasi harus dilakukan untuk membuktikan dugaan yang terjadi.
"Terkait perbankan. Data BRI Life. Datanya dugaan kan dari sana," singkat Komjen Agus.
Menambahkan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Helmy Santika, mengatakan dalam langkah awal penyelidikan pihaknya membuka kemungkinan bakal memeriksa pihak BRI Life. untuk memastikan benar tidaknya ada kebocoran data nasabah.
"Nanti arahnya ke sana (periksa BRI Life)," kata Helmy.
BACA JUGA:
Sementara untuk perkembangan proses penyelidikan, Helmy menyebut belum ada yang signifikan. Sejauh ini, pihaknya masih mencari fakta atau kebenaran dari dugaan kebocoran data nasabah BRI Life.
"Masih didalami, kebocoran itu di mana? Seperti apa?" kata dia.
Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber). Alasannya, munculnya kasus ini berawal dari kabar yang viral di media sosial.
Sehingga, lanjut Helmy, pihak siber akan menggali informasi dan petunjuk perihal kebenaran dari dugaan kebocoran data tersebut.
"Awal munculnya di twitter atau media sosial kemudian diambil media. Sehingga kami harus didalami terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dittipid siber Bareskrim," tandas Helmy.