JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menelusuri dugaan kebocoran jutaan data kependudukan masyarakat yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Pemilu 2014. Terlebih data-data itu kini dipublikasikan di sebuah forum hacker.
Komisioner KPU RI Viryan Aziz menyebut, sejak tadi malam, pihaknya telah melakukan pengecekan internal pada keamanan server data KPU. Ia juga berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait dugaan kebocoran data tersebut.
Actor leaks information on 2,300,000 Indonesian citizens.
data includes names, addresses, ID numbers, birth dates, and more.
Appears to date back to 2013.
Actor claims he will leak 200,000,000 additional citizens information soon. pic.twitter.com/xVWhOGOhtX
— Under the Breach (@underthebreach) May 21, 2020
Meski demikian, Viryan tak mau begitu saja mempercayai kebenaran data pemilih pemilu yang disebut bocor di media sosial, sebelum pengecekan internal selesai.
"(Dugaan data bocor) itu kan hanya klaim yang bersangkutan. Lagipula, Jumlah DPT Pemilu 2014 tak sampai 200 juta, melainkan 190 juta orang," kata Viryan saat dikonfirmasi, Jumat, 22 Mei.
Lagipula, kata Viryan, merujuk regulasi pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, data pemilih memang harus terbuka dan bisa diakses publik. Hal ini dilakukan demi mengedepankan transparansi penyelenggaraan pemilu.
"Soft file data KPU tersebut yang berformat ".pdf" dikeluarkan sesuai regulasi. Untuk memenuhi kebutuhan publik, (DPT) bersifat terbuka," ujar Viryan.
BACA JUGA:
Kendati demikian, KPU akan berjanji untuk memeriksa kembali metadata Pemilu 2014, setelah pemeriksaan internal selesai. "Informasi lebih lanjut akan disampaikan kemudian," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, 2,3 juta data warga dan pemilih milik KPU diduga bocor di sebuah forum komunitas hacker. Kabar itu diungkapkan akun media sosial @underthebreach di Twitter.
Dari sampel data yang dibagikannya, terlihat sejumlah informasi baik nama, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan beberapa data pribadi lainnya telah diretas oleh hacker. Sebagian besar informasi yang bocor berasal data pemilih dari sejumlah daerah di Yogyakarta.