Tak Hanya Palestina, Facebook Juga Blokir Kelompok Anti-Kudeta Myanmar
ILUSTRASI/Twitter media_chin

Bagikan:

JAKARTA - Konflik Palestina-Israel kembali memanas. Suasana semakin pelik akibat temuan netizen atas langkah Facebook yang diketahui melakukan sensor terhadap konten agresi Israel di Palestina. Bahkan, unggahan dengan tagar Al Aqsa, diblokir oleh raksasa media sosial tersebut dan dikaitkan sebagai Organisasi Teroris.

Sontak langkah tersebut menimbulkan protes dari masyarakat Internasional. Bahkan, mengutip BuzzFeed News, kesalahan itu juga memicu kericurhan di dalam tubuh Facebook. “Kesalahan ini dan banyak lagi lainnya sama sekali tidak dapat diterima,” tulis seorang karyawan Facebook, Selasa,18 Mei.

Ya, ini bukanlah kesalahan yang pertama. Pasalnya, kini Facebook kembali dilaporkan atas kesalahan serupa. Tapi bukan untuk konflik Israel-Palestina yang masih memanas dan menelan korban jiwa. Melainkan untuk kelompok anti-kudeta Myanmar, peristiwa yang mencoreng demokrasi di wilayah Asia Tenggara.

Blokir Akun Milik Kelomok Anti-Kudeta Myanmar

Melansir Rest of World via The Verge, Facebook dilaporkan memblokir sejumlah organisasi di Myanmar yang bergabung untuk melawan kudeta militer. Seperti diketahui, pemerintah demokrasi Myanmar dikudeta oleh militer pada bulan Februari lalu.

Meskipun peristiwa baru saja terjadi, pemblokiran ternyata sudah berlangsung sejak tahun 2019. Saat itu, organisasi seperti Arakan Army, dan banyak sekutunya, dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.

Sejak saat itu, banyak hal yang telah berubah. Setelah kudeta militer, pemerintah sebelumnya mengambil alih Tatmadaw –yang dianggap pihak militer sebagai penipuan. Sehingga menjadikan situasi politik begitu pelik dan kompleks.

Hanya saja, ada satu hal yang menjadi terang.  Arakan Army tak lagi dianggap sebagai organisasi teroris –baik oleh pemerintahan militer saat ini, atau oleh pemerintah demokrasi yang sedang dalam pelarian. Namun, menurut temuan Rest of World, Arakan Army dan organisasi yang terafiliasi masih tidak bisa membuat akun di Facebook.

AA bukanlah satu-satunya organisasi yang menemukan bahwa dirinya tidak bisa berkomunikasi lewat Facebook. Pasalnya, banyak juga organisasi etnis bersenjata yang aktif di negara tersebut. Beberapa sudah dibubarkan karena dianggap menentang pemerintah militer.

Menurut temuan Rest of World, kontroversi pemblokiran organisasi etnis bersenjata berlangsung sebelum kudeta. Beberapa anggota organisasi bahkan menganggap bahwa langkah Facebook itu merupakan pencegahan penyebaran informasi tentang hak asasi manusia.

Bedanya, jika sebelumnya pemblokiran diberikan pada organisasi yang menentang pemerintahan demokratis. Sedangkan sekarang, dipakai untuk memblokir akun-akun yang menentang pemerintahan militer.

Akibatnya, banyak anggota organisasi dan jurnalis asal Myanmar menganggapnya sebagai upaya pencegahan agar masyarakat dunia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan, direktur organisasi hak asasi manusia menyampaikan kepada Rest of World bahwa pemblokiran adalah “seperti mencoba menutup mata dan telinga manusia”.