JAKARTA - Setelah berlakunya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) pada 17 Oktober 2024 lalu, pemerintah mengaku masih menggondok lembaga, RPP, dan Perpres turunan dari UU tersebut.
Melihat urgensi lembaga PDP dan aturan turunannya, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) Pratama Persadha mendorong pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto untuk memberikan konsennya terhadap UU ini.
Karena menurut Pratama, selama ini jika terjadi pelanggaran data yang dialami pihak swasta maupun pemerintah, tidak ada transparansi atau klasifikasi langsung dari pihak yang bersalah.
“Melihat tidak pernah adanya klarifikasi terhadap kebocoran data yang terjadi selama ini, mungkin perlu di terjunkan tim audit independen untuk melakukan audit dan digital forensik karena tidak mungkin seharusnya tim audit negara seperti BSSN, Kominfo, Cyber Crime Polri tidak menemukan apapun selama melakukan audit dan forensik,” ujar Pratama dalam pernyataan yang diterima pada Minggu, 20 Oktober.
Dengan demikian, tidak adanya laporan kepada publik tersebut diperparah dengan tidak adanya Lembaga Penyelenggara PDP yang bertugas mengawasi jalannya Pelindungan Data Pribadi serta menjatuhkan sanksi.
Pratama juga mengatakan bahwa tidak adanya Lembaga Penyelenggara PDP yang dapat memberikan sanksi tersebut, akan membuat perusahaan atau organisasi yang mengalami kebocoran data pribadi seolah-olah abai terhadap insiden keamanan siber.
BACA JUGA:
“Bahkan mereka juga tidak mempublikasikan laporan terkait insiden tersebut padahal hal tersebut melanggar pasal 46 ayat 1 yang diamanatkan dalam Undang-Undang no 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi,” lanjutnya.
Dengan semua hal yang terjadi saat ini, Pratama melihat pemerintah kurang konsen terhadap urgensi lembaga PDP dan aturan turunannya. Dan ia berharap pemerintahan baru Prabowo bisa menunjukkan konsennya terkait keamanan data masyarakat.
“Karena jika tidak memiliki konsen maka dapat dipastikan bahwa insiden siber yang diikuti dengan kebocoran data akan terus terjadi. Korban penipuan, scam, pinjol, judi online, dll yang disebabkan karena bocornya data pribadi dan dimanfaatkan oleh kriminal-kriminal di luar sana,” pungkasnya.