JAKARTA - Melihat maraknya insiden siber di Indonesia, pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) Pratama Persadha mendesak pembentukan lembaga Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Menurut Pratama, salah satu penyebab utama maraknya kebocoran data adalah belum adanya sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi denda kepada perusahaan atau organisasi yang mengalami kebocoran data.
“Di mana sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden,” kata Pratama dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 18 September.
Pratama menekankan agar pembentukan lembaga pengawas PDP ini segera dibentuk sebelum tanggal 17 Oktober 2024, tepat satu hari sebelum Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP) berlaku.
Menurutnya, ketidakhadiran lembaga PDP yang dapat memberikan sanksi ini justru membuat perusahaan atau organisasi yang mengalami kebocoran data seolah-olah abai terhadap insiden keamanan siber, bahkan mereka pun tidak mempublikasikan laporan terkait insiden tersebut.
“Padahal hal tersebut melanggar pasal 46 ayat 1 yang diamanatkan dalam Undang-Undang no 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi di mana UU tersebut mengatur bahwa dalam hal terjadi kegagalan Pelindungan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib pemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam kepada Subjek Data Pribadi dan lembaga,” tegasnya.
BACA JUGA:
Oleh karena itu, dia menekankan bahwa pembentukan Lembaga Penyelenggara PDP merupakan sebuah urgensi yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah serta Presiden terutama jika dilihat dari 3 (tiga) perspektif.
Perspektif pertama adalah perspektif keamanan siber, perspektif keamanan nasional, di mana Lembaga Penyelenggara PDP akan dapat memberikan perlindungan inftastruktur kritis di Indonesia, dan juga perspektif ketahanan nasional, di mana Lembaga Penyelenggara PDP akan dapat menjaga kedaulatan negara dan kedaulatan ekonomi.
“Kepemimpinan yang kompeten dan efektif akan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap kemampuan negara dalam melindungi warga dan infrastruktur dari ancaman siber,” tandas Pratama.