Bagikan:

JAKARTA - Dampak terbesar dari pandemi adalah pola konsumsi masyarakat. Akibat perekonomian yang sempat melambat, sebagian besar penduduk Indonesia lebih memilih berhemat ketimbang memuaskan hasrat belanja.

Jika menilik hukum ekonomi sederhana, ketika permintaan sedikit sedangkan produksi barang berlangsung terus, seharusnya produk pun dijual murah. Tapi, anehnya, hal tersebut tidak bisa kita temui dari harga smartphone atau laptop.

Memang, setiap vendor yang mendistribusikan produknya di Indonesia sudah meluncurkan ponsel untuk segmen murah. Segmen pasar di mana produk yang dijual biasanya dibanderol Rp1 jutaan hingga Rp3 jutaan saja. Pilihannya makin banyak dan beragam.

Tapi, harus diakui, jika ada sedikit peningkatan ponsel terbaru. Dan berdasarkan penelusuran The Guardian, tren peningkatan harga smartphone selama pandemi tidak hanya berlangsung di Indonesia saja. Melainkan seluruh dunia.

Lantas, apa yang menyebabkan harga smartphone dan laptop naik terus?

Kelangkaan Chipset

Baik televisi pintar, laptop, hingga smartphone. Yang jelas, seluruh produk elektronik dengan tambahan “pintar” di belakang membutuhkan dukungan dari chipset. Atau dalam bahasa teknis lebih dikenal sebagai System on Chipset.

Tak ayal, ketika jumlah chipset di pasaran menipis, langsung berdampak pada harga jual dari produk elektronik tertentu. Dan kelangkaan chipset inilah yang tengah dihadapi vendor smartphone dari berbagai penjuru dunia.

Berdasarkan catatan The Guardian, menipisnya persediaan chipset di pasaran ternyata sudah berlangsung sejak tahun lalu. Tepatnya, kala pandemi dimulai. Pasalnya, beberapa pabrik terpaksa menghentikan produksi akibat kebijakan lockdown yang diterapkan beberapa wilayah atau negara.

Memang, kini produksi sudah kembali normal. Namun, peningkatan permintaan akibat perubahan pola konsumsi akibat pandemi memicu masalah baru. Pasalnya, kini yang membutuhkan chipset tak hanya smartphone dan laptop saja.

Menilik sejenak ke belakang, pandemi mengakibatkan beberapa produk jadi primadona. Sebut saja televisi pintar, mobil listrik, konsol gim generasi terbaru, hingga ponsel berteknologi 5G. Masing-masing ternyata memiliki peminat yang cukup tinggi.

Bahkan, raksasa teknologi seperti Apple, perusahaan pembeli semikonduktor di dunia yang menghabiskan 58 milyar dolar Amerika Serikat setiap tahun, terpaksa menunda peluncuran iPhone 12 hingga 2 bulan akibat ketersediaan chipset yang kian menipis.

Tak hanya Apple, pabrikan otomotif besar seperti Ford juga terkena dampaknya. Pabrikan mobil asal negara Paman Sam ini terpaksa menghentikan produksi dari dua pabrik gegara kekurangan chipset. Dampaknya, diperkirakan Ford bakal merugi hingga 2,5 dolar AS pada akhir tahun ini.

Di industri mobil, Ford bukanlah satu-satunya. Pasalnya, masih ada Nissan dan General Motor yang dibayangi mimpi buruk yang sama. Sedangkan di industri gaming, Sony dan beberapa produksen konsol tengah berjibaku dengan ketersediaan chipset yang menipis.