Bagikan:

YOGYAKARTA - Sejumlah pejabat Indonesia secara tegas menolak kehadiran platform e-commerce dari China, Temu, di Indonesia. Menurut mereka, keberadaan Temu berisiko mengancam kelangsungan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kira-kira, kenapa aplikasi Temu bisa mengancam UMKM?

Salah satunya adalah Menteri Kominfo, Budi Arie, yang menolak tegas masuknya aplikasi Temu karena menilai mereka dapat mengganggu ekosistem UMKM.

"Kita enggak akan kasih kesempatan. Masyarakat rugi, kan kita mau jadi ruang digital itu untuk membuat masyarakat produktif dan lebih untung, kalau membuat masyarakat rugi buat apa," jelas Budi Arie di Kantor Kominfo, Jakarta, Selasa 1 Oktober.

Kenapa Aplikasi Temu Bisa Mengancam UMKM?

Menteri UKM Teten Masduki juga mengkhawatirkan UMKM akan terancam jika Temu masuk ke Indonesia. Teten bahkan memiliki kekhawatiran dampak Temu akan lebih berisiko dibandingkan Tiktok Shop.

Pasalnya platform China tersebut dapat memfasilitasi perdagangan cross border atau dari luar negeri. Temu kemungkinan tetap bisa meloloskan seluruh produk China ke Indonesia.

"Ini yang saya khawatir ada satu lagi satu aplikasi digital, cross border yang saya kira akan masuk ke kita dan ini lebih dahsyat dari Tiktok (shop)," ujar Teten dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, pada bulan Juni lalu.

Temu menjadi aplikasi e-commerce yang langsung menghubungkan antara penjual dan produsen.

Dengan kata lain, tidak ada lagi barang yang didapatkan melalui reseller, affiliator, dan pihak ketiga sehingga berbahaya bagi UMKM. Harga barang yang ditawarkan di aplikasi ini juga dapat dikatakan terlalu murah.

Keberadaan mereka juga akan meniadakan reseller dan affiliator atau pihak ketiga. Temu juga lebih memungkinkan barang dari pabrik China masuk ke Indonesia dengan bebas.

Kenapa aplikasi Temu bisa mengancam UMKM? (play.google.com)

Harga yang Ditawarkan Bisa Sangat Murah

Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada juga mengungkapkan pendapat negatif mengenai Temu, ia menjelaskan jika Temu beroperasi di Indonesia, maka UMKM akan terancam. Hal ini dikarenakan aplikasi ini menawarkan harga yang sangat murah.

"Kami mengindikasikan di beberapa kondisi mereka memberikan harga 0 persen. Di AS mereka sempat memberikan harga 0 persen. Jadi buyer hanya membayar ongkos kirim," jelas Wientor dalam diskusi media di kantor Kemenkop UKM, Selasa 6 Agustus.

"Temu ini aplikasi jahat dari China. Yang kalau dibiarkan masuk UMKM kita pasti mati," tambahnya.

Izin operasional Temu di Indonesia saat ini sedang diurus, dan didaftarkan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DKJI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Namun, aplikasi tersebut ditolak sebab sudah ada yang memakai merek bisnisnya di Indonesia.

Dengan mengajukan banding ke Kemenkumham, Temu masih berusaha masuk ke Indonesia. Meski demikian, model bisnis yang menghubungkan pabrik dengan konsumen secara langsung itu tidak sesuai dengan kebijakan perdagangan Indonesia.

Dilansir dari laman resmi, Temu adalah platform e-commerce yang memungkinkan pelanggan untuk menelusuri dan membeli produk dari berbagai kategori, termasuk elektronik, peralatan rumah tangga, pakaian, dan aksesoris yang menghubungkan langsung pada 80 pabrik di China.

Temu sendiri didukung oleh perusahaan asal China PDD Holdings yang mempunyai kantor pusat di Boston, Amerika Serikat.

Platform yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2022 ini meraih kepopuleran dengan cepat di AS. Bahkan Temu sudah menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di App Store dan Google Play Store dengan jumlah unduhan mencapai 165 juta unduhan.

Dengan jumlah unduhan yang begitu besar, Temu juga mempunyai pengguna aktif yang begitu ramai. Jumlah pengguna aktif Temu mencapai 167 juta orang setiap bulannya, bahkan di AS pengguna Temu setidaknya ada 50 juta pengguna.

Kepopuleran Temu di AS juga didukung oleh iklan, dan telah mengeluarkan miliaran dollar untuk beriklan. The Wall Street Journal menyatakan perusahaan ini menjadi pengiklan terbesar kelima di AS pada kuartal keempat tahun 2023. Analis JP Morgan memperkirakan perusahaan ini akan menggelontorkan 3 milliar dolar AS (Rp47 triliun) untuk pemasaran di tahun 2024.