Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian buka suara terkait berbagai aplikasi cross border trade seperti TikTok Shop dan Temu yang berpotensi mengganggu pasar dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.

Plh Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan pemerintah menyadari hadirnya potensi gangguan yang dihadapi oleh pasar dan pelaku UMKM dari munculnya berbagai aplikasi digital perdagangan cross-border yang memangkas jalur distribusi dan memasukkan barang impor langsung dari China.

"Belajar dari kasus TikTok Shop, tidak semua bisnis model digital/platform digital sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Dalam kasus TikTok Shop, platform tersebut menghadirkan peluang namun secara bersamaan mengubah model bisnis operasional dan transaksi UMKM yang berpotensi memunculkan dampak (negatif) lanjutan terhadap aspek persaingan usaha dan lahirnya monopoli bisnis," ujarnya dalam media briefing perkembangan kebijakan ekonomi digital, Rabu, 12 Juni.

Musdhalifah menyampaikan, fenomena ini dapat merusak ekosistem pasar yang telah ada, menciptakan kompetisi yang tidak adil yang berakibat pada menurunnya permintaan produk lokal, dan berpotensi menghilangkan sebagian pekerjaan di sektor distribusi.

Sebab itu, Musdhalifah menyampaikan utuk mengatasi tantangan ini, pemerintah berkomitmen untuk melindungi dan memberdayakan UMKM lokal melalui serangkaian kebijakan strategis.

Adapun salah satu respon cepat, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No.31/2023 yang berupaya memisahkan media sosial dan e-commerce.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Koperasi dan UMKM Kemenko Perekonomian Herfan Brilianto Mursabdo menyampaikan aplikasi tersebut harus diantisipasi lantaran bisa mengancam keberadaan UMKM.

"Kemarin kita bicara banyak terkait TikTok, sekarang muncul lagi Temu. Memang kenyataannya seperti Temu ini sudah beroperasi di beberapa negara dan kita perlu mengantisipasi apabila mereka beroperasi di Indonesia," katanya.

Sebagai informasi, aplikasi Temu dapat menghubungkan langsung antara pabrik kepada pembeli. Hal ini lah yang bisa mematikan pelaku UMKM karena tidak akan ada lagi reseller, afiliator, dan pihak ketiga yang bisa terlibat dalam rantai pasok produk tersebut.

Herfan menjelaskan pemerintah sudah melakukan beberapa antisipasi lebih awal terkait hal tersebut seperti lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur tentang social commerce.

"Dalam Permendag itu ada beberapa ketentuan terkait PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) yang bisa kita jadikan acuan untuk, bukan menahan tapi meregulasi secara lebih tepat aplikasi-aplikasi yang lain," tuturnya.

Herfan menyampaikan, seperti dalam salah satu pasalnya ada kewajiban untuk perusahaan yang bergerak di bidang tersebut harus memiliki perwakilan di Indonesia untuk wilayah operasinya.

Menurut Herfan, aturan itu sebagai salah satu cara untuk menahan atau memastikan agar aplikasi inovasi baru tersebut tidak langsung memberikan dampak kepada UMKM.

"Temu itu kan menghubungkan langsung antara pabrikan dengan customer, ini biasanya terjadi untuk mayoritas barang-barang yang harganya relatif sangat murah. Dalam Permendag itu juga ada pasal yang mensyaratkan kewajiban minimum pricing untuk kegiatan lintas negara, di mana minimal itu harganya 100 dolar AS untuk pengiriman barang," ucapnya.

Selain itu, Herfan menyampaikan aturan tersebut belum cukup untuk menyelamatkan UMKM lantaran inovasi digital terus berkembang.

Karena itu, pihaknya akan terus mempelajari dampak dari inovasi-inovasi digital.

"Ini PR yang cukup besar karena lagi-lagi terkait UMKM, PR kita pertama ini meningkatkan literasi digital terlebih dahulu. Mengajak UMKM kita untuk mulai masuk dalam literasi digital," imbuhnya.