Bagikan:

JAKARTA - Pasar kripto menutup minggu lalu dengan cukup baik, di mana Bitcoin berhasil naik lebih dari 10 persen dari 54.000 dolar AS (Rp828 juta), ke 60.000 dolar AS (Rp920 juta) pekan lalu.

Menurut Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, peningkatan ini didorong perilisan data CPI untuk Agustus 2024 oleh Departemen Tenaga Kerja AS, yang menunjukkan bahwa tingkat inflasi terbaru diperkirakan turun menjadi 2,6 persen dari 2,9 persen pada bulan Juli. 

Tapi sayangnya, meskipun sempat bergerak di atas 60.000 dolar AS (Rp920 juta) pada pekan lalu, Bitcoin gagal mempertahankan harganya dan kembali turun ke angka 58.000 dolar AS (Rp900 juta) pada Selasa, 17 September. 

Saat ini, menurut Panji, pasar kripto sangat menantikan keputusan The Federal Reserve (Fed) dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada bulan September. Keputusan ini terutama berkaitan dengan kebijakan suku bunga.

Keputusan suku bunga yang sangat dinantikan dari Federal Open Market Committee (FOMC) dijadwalkan pada Kamis dini hari 19 September 2024 pukul 01.00 WIB. 

"Dampak hasil FOMC terhadap Bitcoin berpotensi meningkatkan volatilitas pasar kripto, dengan kemungkinan BTC menembus resistance psikologis 60.000 dolar AS (Rp920 juta) menuju level 61.000 - 62.000 dolar AS (Rp935-950 juta),” jelas Panji.

Kendati demikian, Panji mewaspadai kemungkinan aksi 'sell on news' pada peristiwa FOMC, yang dapat menyebabkan BTC kembali turun di bawah support 57.000 dolar AS atau Rp874 juta. Meskipun tantangannya besar di September, Panji optimistis dengan berharap bahwa "Uptober" akan membawa kondisi pasar yang lebih baik.