Bagikan:

JAKARTA - Dalam upaya mengatasi peningkatan emisi karbon global yang semakin mengkhawatirkan, Dana Moneter Internasional (IMF) mengusulkan penerapan pajak energi yang lebih tinggi bagi penambang kripto dan pusat data. Langkah ini diharapkan dapat menekan konsumsi listrik yang berlebihan dari sektor-sektor tersebut, yang dinilai menyumbang signifikan terhadap perubahan iklim. Usulan ini muncul di tengah meningkatnya kesadaran global akan pentingnya pengurangan emisi karbon untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan planet kita.

Menurut makalah yang ditulis oleh ekonom IMF, Shafik Hebous dan Nate Vernon-Lin, penerapan pajak energi yang meningkatkan biaya listrik hingga 85% untuk penambang kripto dapat menghasilkan pendapatan pemerintah global sebesar 5,2 miliar Dolar AS (Rp81 triliun) setiap tahun. Selain itu, langkah ini diperkirakan akan mengurangi emisi karbon hingga 100 juta ton per tahun, setara dengan total emisi karbon tahunan Belgia.

Dikutip dari DL News, Hebous dan Vernon-Lin menjelaskan, “Setiap transaksi penambangan Bitcoin membutuhkan listrik dalam jumlah yang sama dengan konsumsi listrik rata-rata per orang di Ghana atau Pakistan selama tiga tahun. Sebagai perbandingan, satu pencarian di ChatGPT memerlukan daya 10 kali lebih banyak daripada pencarian di Google, akibat konsumsi listrik yang besar dari pusat data AI.”

Lebih lanjut, kedua ekonom tersebut mengungkapkan bahwa pada tahun 2022, penambangan kripto dan pusat data menyumbang 2% dari total konsumsi listrik dunia, dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 3,5% dalam tiga tahun mendatang—setara dengan konsumsi listrik Jepang, negara kelima terbesar dalam penggunaan listrik global. Pada tahun 2027, emisi karbon dari sektor-sektor ini diproyeksikan mencapai 450 juta ton, atau 1,2% dari total emisi dunia.

IMF menekankan pentingnya koordinasi lintas negara dalam penerapan pajak energi ini untuk menghindari perpindahan operasi ke yurisdiksi dengan standar lingkungan yang lebih rendah. Selain itu, IMF juga menyarankan agar perusahaan di sektor ini diarahkan untuk menggunakan peralatan yang lebih efisien dalam penggunaan energi, serta memanfaatkan kredit energi terbarukan dan sertifikat nol emisi.

Ironisnya, saat ini banyak pusat data dan penambang kripto justru menikmati berbagai insentif pajak, mulai dari pembebasan pajak penghasilan hingga insentif konsumsi dan properti. IMF menilai, dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, minimnya kontribusi dalam penciptaan lapangan kerja, serta tekanan terhadap jaringan listrik, manfaat bersih dari rezim pajak khusus ini sangat diragukan.

“Langkah-langkah pajak yang ditargetkan ini diharapkan dapat mendorong penambang kripto dan pusat data untuk lebih bijak dalam penggunaan energi dan mengadopsi teknologi yang lebih ramah lingkungan,” tutup laporan tersebut.