Bagikan:

JAKARTA - Pasar kripto kembali dihantui oleh ancaman “death cross,” sebuah pola analisis teknikal yang kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang. Dalam beberapa hari terakhir, Bitcoin, aset kripto terbesar di dunia, menunjukkan tanda-tanda bahwa 50-day simple moving average (SMA) hampir turun di bawah 200-day SMA—sebuah sinyal yang sering dianggap sebagai tanda pasar akan mengalami penurunan. 

Namun, meskipun namanya terdengar menakutkan, para ahli mengingatkan bahwa “death cross” tidak selalu berarti bencana bagi para investor jangka panjang. Pola ini memang sering memicu kepanikan di kalangan pedagang harian atau mereka yang baru terjun ke pasar kripto, tetapi bagi mereka yang sudah berpengalaman, “death cross” lebih dianggap sebagai peluang ketimbang ancaman.

Sejarah telah menunjukkan bahwa setelah kemunculan “death cross,” harga Bitcoin sering kali mengalami pemulihan yang signifikan. Contohnya, pada September 2023, Bitcoin mengalami “death cross” dan mencapai titik terendah di bawah 25.000 Dolar AS (sekitar Rp400 juta), hanya untuk kemudian melonjak 190% dalam enam bulan berikutnya, melewati batas harga 70.000 Dolar AS (sekitar Rp1,1 miliar).

Dikutip dari Decrypt, Matt Hougan, Chief Investment Officer Bitwise mengatakan, “Jika Anda seperti kebanyakan investor kripto, Anda mungkin sedang mengalami pergolakan emosi, mulai dari ketakutan hingga keputusasaan. Namun, berdasarkan pengalaman saya selama lebih dari enam tahun mengelola uang di kripto, ini adalah kesempatan.”

Pasar kripto memang terkenal dengan volatilitasnya yang ekstrem, di mana lonjakan dan penurunan harga bisa terjadi dalam waktu singkat. Tom Lee, seorang spesialis pasar kripto, menambahkan bahwa melewatkan 10 hari terbaik Bitcoin dalam setahun bisa menyebabkan kerugian sebesar 25% dibandingkan dengan mereka yang tetap memegang BTC.

Namun, penting untuk dicatat bahwa signifikansi “death cross” dapat bervariasi tergantung pada indikator yang digunakan. Sementara SMA sering digunakan sebagai acuan, exponential moving averages (EMA), yang lebih memperhitungkan pergerakan harga terkini, menunjukkan gambaran yang berbeda. Kedua indikator ini saat ini bergerak lebih paralel, yang menunjukkan bahwa penurunan ini mungkin lebih merupakan reaksi sementara daripada tren bearish jangka panjang.

Bagi investor yang memegang posisi leverage atau yang terlibat dalam perdagangan harian, pola ini mungkin lebih relevan dalam menentukan level support dan resistance yang lebih dekat. Namun, bagi investor jangka panjang, keputusan investasi sebaiknya tidak hanya didasarkan pada satu indikator saja, melainkan pada evaluasi yang lebih komprehensif menggunakan berbagai data dan timeframe.

Akhirnya, meskipun “death cross” bisa menjadi alarm bagi sebagian orang, panik atau mengambil keputusan berdasarkan ketakutan bukanlah strategi yang bijak. Pasar kripto mungkin sedang berada dalam masa sulit, tetapi bagi mereka yang mampu bertahan, peluang untuk meraih keuntungan besar di masa depan tetap terbuka lebar.