Bagikan:

JAKARTA - Berdasarkan riset bertajuk “Where Are People Most Stressed About the State of Crypto?” Indonesia masuk dalam daftar tiga besar negara yang punya tingkat stres tinggi terkait kripto untuk kawasan Asia Tenggara.

Riset ini kemudian membuktikan bahwa volatilitas pasar kripto dan kurangnya edukasi investasi, membuat investor melakukan keputusan yang kurang tepat, sehingga biasanya berakhir dengan kinerja yang agak lebih buruk daripada yang dipikirkan sebelumnya.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya, menjelaskan beberapa alasan utama mengapa berinvestasi dalam edukasi kripto yang tepat menjadi sangat penting. 

Dia menekankan bahwa kurangnya edukasi merupakan faktor penghambat adopsi kripto. Karena menurutnya, kripto merupakan industri baru, sehingga diperlukan talenta baru yang memahami blockchain dan kripto serta memiliki keterampilan teknologi khusus. 

“Tujuan utama kami adalah membangun komunitas investasi aset kripto yang besar dengan adopsi yang dirasakan oleh semua pihak. Semua ini dimulai dengan edukasi dan literasi,” ungkap Tirta.

Tirta juga menyampaikan saat ini Bappebti terus melakukan penguatan regulasi dan membentuk ekosistem aset kripto di Indonesia yang terdiri dari Bursa, Kliring, Depository. 

Ekosistem ini diharapkan dapat menciptakan iklim perdagangan aset kripto yang wajar dan fair dalam persaingan yang sehat. Di samping itu, terdapat Komite Aset Kripto yang akan berperan dalam mendorong pembinaan dan pengembangan industri.

Pada April 2024, Bappebti mencatat nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp52,26 triliun. Sementara jumlah investor kripto di Indonesia mengalami peningkatan, di mana hingga April 2024, tercatat terdapat 20,16 juta investor kripto, bertambah 2,08 persen dibandingkan Maret 2024 sebanyak 19,75 juta orang.