Bagikan:

JAKARTA - Para peretas dari Korea Utara dilaporkan telah menggunakan Tornado Cash, platform anonimisasi address wallet kripto atau biasa disebut mixer, untuk mencuci dana sebesar Rp 2,2 triliun hasil dari pencurian kripto. Informasi ini terungkap dari laporan rahasia yang disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.

Menurut laporan tersebut, para penyelidik menemukan bahwa Korea Utara mencuci dana sebesar Rp 2,2 triliun melalui Tornado Cash. Sejak tahun 2017, serangan siber dari Korea Utara yang menargetkan perusahaan-perusahaan kripto telah mengakibatkan kerugian sekitar Rp 54,6 triliun. Salah satu pencurian terbesar terjadi pada Maret 2024, di mana dana sebesar Rp 2,2 triliun dari bursa kripto HTX dicuci melalui Tornado Cash.

Alexey Pertsev, salah satu pendiri dan pengembang Tornado Cash, telah dinyatakan bersalah atas pencucian uang senilai Rp 18,3 triliun dan dijatuhi hukuman penjara selama 64 bulan di Belanda. Sementara itu, dua pendiri lainnya, Roman Storm dan Roman Semeno, masih menunggu persidangan di Amerika Serikat.

BACA JUGA:


Peran Tornado Cash dalam Pencucian Uang

Tornado Cash awalnya dikenai sanksi oleh Amerika Serikat pada tahun 2022 karena diduga membantu kelompok peretas Korea Utara, Lazarus Group, untuk mencuci dana ilegal melalui mixer ini. Pada tahun 2023, Amerika Serikat menuntut Roman Storm dan Roman Semenov atas dugaan memfasilitasi pencucian uang lebih dari Rp 15 triliun. Keduanya mengaku tidak bersalah dan menunggu persidangan di AS.

Dilansir dari CCN, Chris Wong dari FBI mengatakan salah satu mekanisme utama yang digunakan oleh Korea Utara untuk mengonversi kripto yang dicuri adalah melalui pedagang over-the-counter (OTC), metode peer-to-peer (P2P) yang populer di negara-negara dengan masalah ekonomi.

Dengan Alexey Pertsev yang kini dipenjara di Belanda, dua pendiri lainnya menunggu nasib mereka di pengadilan AS. Temuan terbaru dari PBB ini dapat membawa bobot yang signifikan dalam persidangan yang akan datang. 

Perdebatan juga berpusat pada apakah para pendiri Tornado Cash memiliki kontrol atas penggunaan platform pencampur atau mixer tersebut. Beberapa pihak berargumen bahwa pengembang tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas penyalahgunaan produk mereka, sama seperti produsen mobil tidak bertanggung jawab atas penggunaan ilegal kendaraan yang mereka buat.